Riuh yang biasanya
memenuhi atmosfir ruang hilang begitu saja hari ini. H-1 akhir bulan selalu
membuat kami yang biasanya sibuk wara wiri antar kubikel untuk konsultasi
pekerjaan menjadi makhluk pendiam anti sosial yang mengurung diri dalam kubikel
dengan memelototi komputer di depan mata. Kulirik sebentar makhluk-makhluk yang
biasanya usil di samping kubikelku. Gayanya sudah bisa masuk Guiness word Record untuk kostum kantor
terunik. Mulai dari tempelan post it yang memenuhi wajah dan membuatnya
berwarna-warni pelangi, atau dasi yang ganti posisi dari dada ke kepala.
Membebat otak yang mulai penat. Sampai yang paling parah, Andre yang posisinya
tepat di depan kubikelku. Entah dia mau ronda atau ngantor. Mungkin akibat
dinginnya AC yang membekukan tubuh kami, atau memang tubuhnya sudah tak kuat
untuk diminta lembur lagi, Sarung di mushola berganti fungsi sebagai kepompong
yang membungkus tubuhnya rapat. Dengan kaki yang sengaja diangkat ke atas kursi
seperti bersila. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah mereka.
Jangan tanya, akupun
menjadi salah satu badut dengan kostum aneh di sana. Sebagai anak kos dengan
asupan gizi minimal, saat ini mungkin akulah makhluk paling menyedihkan di
ruangan. Perut keroncongan akibat tak makan semalam dan lupa sarapan tadi pagi.
Ditambah asma yang kambuh kalau AC terlalu dingin, sampai kepala pening yang
tak mau hilang sejak kemarin akibat flu. Membuatku menjadi anomali. Kepala
penuh dengan tempelan koyo. Lalu kubebat dengan pita kain yang kutemukan di
gudang sebulan kemarin. Tak tahan dengan peningnya. Jaket rangkap dua untuk
menghalau udara dingin.kaos kaki dan sarung tangan. Cukuplah kalau dibilang aku
mau naik gunung dan bukannya kerja di
kantor. Sebenarnya aku mau izin tidak masuk hari ini. Badanku tak bisa diajak
kompromi. Tapi Bos besar meminta laporan akhir bulan harus dikumpul hari ini.
Terpaksa aku berangkat juga.
Masih kurang laporan
untuk 14 hari terakhir yang harus kubuat. Tapi sudah jam sebelas. Entah nanti
selesai atau tidak. Beberapa makhluk di sekitarku ada yang mulai berdiri
mondar-mandir pertanda pekerjaannya telah selesai. Semakin stress lah aku.
“Sial, macet lagi”,
kugetok-getok layar komputerku dengan beringas. Kenapa pula harus macet disaat
genting seperti ini. Memang harusnya komputer ini sudah diganti sejak setahun
yang lalu. Programnya sering eror dan macet. Tapi tiap kali kuminta ganti
selalu ditolak Bos dengan alasan efisiensi.
“Aduhhhh gimana
nihhhh”, aku berteriak saking tertekan. Wajah-wajah di sekitarku memandangku
dengan malas.Aku rasanya sudah mau nangis saking bingungnya.
“Kenapa sih Ra?
komputermu macet lagi?”, tanya Andre sambil menyorongkan tubuhnya ke kubikelku.
Aku hanya mengangguk lesu. Membayangkan kemarahan Bos akibat laporanku yang
belum selesai.
“Sini pakai punyaku
saja. Laporanku sudah selesai. Komputermu biar kuperbaiki, kali aja bisa”,
Andre berdiri melangkah ke kubikelku.
“Baik banget sih
Ndre...”, aku tertawa senang dan langsung loncat ke kubikel Andre.
Perut yang sedari tadi
berbunyi tak kuperhatikan lagi. Sudah jam istirahat. Tapi aku tak mampu
merehatkan tubuhku sekedar untuk beli makan dan berselonjor. Laporanku harus
selesai dalam hitungan jam. Terpaksa kurelakan jam istirahatku untuk berkutat
dengan komputer.
Seang serius-seriusnya
ada tangan yang tiba-tiba menepuk punggungku dan membuatku terlonjak kaget
sampai jatuh dari kursi. Aku meringis menahan sakit. Ternyata Andre yang
datang.
“Ya ampun serius amat
Cin..., gitu aja sampai jatuh saking kagetnya”, Andre terbahak menyaksikanku
yang menahan sakit.
“Ih... iseng banget
sih, lagi konsen nih. Sakit tau”, kutabok lengannya sebagai kompensasi.
“Udah selesai belum
laporannya?, tuh komputermu sudah bisa jalan. Besok-besok jangan save data di
situ. Back up aja semua ke HD eksternal. Nanti biar aku bantu ngomong ke bos
buat ganti komputermu”,
“Bentar lagi Ndre,
tinggal laporan dua hari terakhir, makasih ya udah mau benerin komputerku. Tapi
aku di sini dulu aja ya, nanggung”, jawabku santai.
“Pake aja, aku mau
sholat dulu. Itu di mejamu ada gado-gado sama lumpia basah. Buruan makan kalau
sudah selesai. Perutmu berisik”,
Aku menunduk menahan
malu.
“Makasih banget ya
Ndre, kamu emang paling ngerti. Nanti kutraktir deh kalau laporannya di ACC
bos”,
“Sambalnya aku pisah,
aku taruh di plastik lumpia”, Andre tersenyum dan ngeloyor pergi.
Alhamdulillah hajat
hidupku terpenuhi. Kucomot satu lumpia untuk mengganjal perut yang sejak tadi
berbunyi. Indahnya punya teman yang pengertian dan mau diajak susah di saat
begini.
0 comments