SINDEN AYU
Aku terbius. Sungguh. Tidak sia-sia aku ikut Doni yang ngeyel
mengajakku melihat pertunjukan wayang di salah satu doom universitas swasta di kotaku. Salah satu pertunjukan
favoritnya. Aku sebenarnya enggan karena memang tidak begitu suka dengan
wayang, meskipun asli Jawa. Tapi seorang sinden belia dalam balutan kebaya
merah dengan tubuh sintal memukauku dengan suaranya yang... sungguh mempesona.
Langgam Jawa dibawakannya dengan ciamik sampai aku terbawa saking terpananya.
Selama pertunjukan terus aku tatap dia. Dan setiap kali langgam terucap
dari bibirnya hatiku berdesir tak karuan. Mungkinkah aku jatuh cinta?. Tapi memang
dia sungguh mempesona. Wajah ayunya terus menari di benakku. Sampai pertunjukan
selesai aku masih saja memandanginya yang berjalan ke belakang panggung. Aku
sedikit terkejut saat Doni memukul pundakku dan mengajakku pulang.
Namun aku tak ingin kehilangan kesempatan. Sedikit berkenalan dengan
sinden itu misi utamaku. Kapan lagi bisa ketemu. Alih-alih langsung pulang, aku
beralasan mau ke toilet dulu. Kebelet. Memang sebenarnya juga mau buang air.
Tapi nanti setelah itu akan kutemui sinden tadi di ruang ganti. Kulangkahkan
dulu kakiku ke toilet terdekat dari panggung pertunjukan.
Aku kaget bukan kepalang. Di depanku berdiri sinden itu sedang mematut
wajahnya di cermin toilet. Aku terpaku. Mungkinkah ini halusinasi, ataukah aku
yang bego saking kepincutnya hingga tak sadar diri.
“Maaf apa saya salah masuk toilet?”, tanyaku padanya dengan wajah
jengah menahan malu.
“Oh bukan, mas nya nggak salah kok. Maaf perkenalkan nama saya Ardan.
Tapi di panggung mereka memanggil saya Senjakala”, jawabnya sambil mengulurkan
tangan dengan santainya.
“Tenang saja mas, saya laki-laki tulen kok. Saya berdandan seperti ini
hanya karena tuntutan pekerjaan”, sinden itu tersenyum memojokkanku.
0 comments