Aku berjalan mondar-mandir di dalam rumah,
bingung harus memulai berbicara dengan Etta.
Aku sudah kelas 3 SMK sekarang, sudah masuk semester genap dan mulai disibukkan
dengan ujian-ujian yang beruntun. Jadwalku membantu ayah tetap terlaksana,
hanya saja waktu untuk membuat berbagai macam kerajinan untuk menambah tabungan
otomatis sangat berkurang karena banyaknya bimbel dan waktu ekstra yang
kutambahkan untuk belajar. Sudah saatnya aku bilang pada ayah tentang rencanaku
melanjutkan kuliah.
Aku sudah jauh hari mencari informasi tentang
jurusan yang ingin aku ambil saat kuliah nanti. Memilih universitas yang
memiliki kualitas yang baik untu jurusan itu sampai berapa biaya kuliah disana.
Targetku kuliah hanya 3,5 tahun. Kupercepat untuk menghemat biaya. Aku memutuskan
untuk mengambil jurusan ilmu komunikasi untuk mendukung keinginanku menjelajah
dunia. Targetku bisa masuk jajaran pegawai elit kedutaan besar di berbagai
negara. Untuk alasan itu aku banyak berlatih macam-macam bahasa dari buku yang
kupinjam dari perpustakaan ataupun lewat media sosial.
Ayah kulihat sedang sibuk menyiapkan makanan
untuk kami bertiga. Ikan masih dalam penggorengan dan sebuah panci menggelegak
berisi rebusan kangkung yang akan dibuat sayur asem. Ayah sedang mengupas
bawang, mungkin untuk dibuat sambal. Perlahan kudekati ayah.
“Ada yang bisa Ippang bantu, Etta?”, aku mengambil tempat di sebelah
ayah, membalik ikan yang ada di wajan.
“Ya sudah kamu goreng saja ikan-ikan itu. Adikmu
sudah tidur?”, ayah kembali meneruskan membuat sambal yang nanti akan digoreng
selepas menggoreng ikan.
Aku mengangguk, lalu terdiam. Kembali ragu
dengan apa yang mau aku bicarakan pada ayah. Aku lantas menyibukkan diri
menggoreng ikan dan sesekali mengecek kangkung apakah sudah matang atau belum. Kami
sama-sama diam dengan kesibukan masing-masing.
“Ada masalah?”, tepukan ayah di bahu
mengejutkanku dan hampir saja membuat ikan yang kugoreng terpental dari wajan.
“Etta
tahu ada yang mengganjal di pikiranmu, tidak biasanya kamu malam-malam begini
membantu Etta di dapur, coba katakan,
Etta siap mendengarkan”, Ayah yang
selesai mengulek sambal beranjak duduk di salah satu bale bambu yang ada di
tepi dapur. Aku mengikuti ayah setelah mengangkat ikan dari penggorengan dan
mematikan kompor.
“Ippang berencana mau melanjutkan kuliah
selepas SMK nanti, Ippang sudah mencari informasi tentang bagaimana kuliah di
universitas dan biayanya, apa Etta
mau mengijinkan Ippang pergi?”, kata-kata terlepas dari bibirku, namun aku tak
kuasa menatap ayah yang selama ini banting tulang mengasuhku.
Ayah menghela nafas perlahan. Kulihat matanya
nanar menatap kejauhan. Beban berat seolah tertimpa begitu saja setelah
kata-kata meluncur dari bibirku. Lama tak ada tanggapan dari ayah, akupun tak
berani menyela. Kami sama-sama terdiam untuk waktu yang cukup lama.
“Sebenarnya Etta juga sudah memikirkan tentang ini. Etta sangat tahu keinginan belajarmu begitu besar. Pasti nanti
ingin melanjutkan pendidikan bukan hanya sampai SMK. Untuk itu Etta juga sudah sedikit menabung untu
biaya awal kuliahmu. Hanya saja Etta rasa
jumlahnya masih kurang banyak”, ayah memalingkan wajahnya menghadap kepadaku.
Aku terkejut dengan apa yang ayah bilang. Tidak
pernah terpikirkan bahwa ayah yang bahkan SD saja tidak lulus sampai memikirkan
pendidikanku begitu rupa. Lantas kuberitahukan bahwa aku pun sudah menabung
untuk cita-citaku itu. Aku katakan pada ayah bahwa tabunganku sudah cukup untuk
membayar dana awal masuk kuliah dan biaya hidup selama satu tahun. Kuberitahukan
rencanaku nanti akan melanjutkan membuat kerajinan seperti di sini untuk
menutup kebutuhan yang lain sambil mencari pekerjaan sampingan untuk menambah
pendapatan.
Ayah tersenyum memandangku. Bilang bahwa dia
bangga aku sudah berpayah berusaha menggapai mimpi sampai sejauh itu. Aku memeluk
ayahku erat bilang kepadanya bahwa aku memiliki panutan jempolan untuk urusan
berjuang. Dia lah panutan itu. Perlahan ayah melepaskan pelukanku, menepuk
pelan bahuku.
“Pura
babbara’ sompekku, pura tangkisi’ golikku, itu salah satu pepatah yang
sering Etta dengar dari kakekmu dan Etta ukir di lambung perahu milik Etta. Artinya layarku sudah terkembang,
keudiku sudah terpasang. Kamu sudah punya mimpi dan dana untuk mencapai itu. Sekarang
tinggal perjuangan untuk bisa masuk ke universitas yang kamu mau. InshaAllah Etta akan mendukung apapun keinginanmu. Berusaha
sebaik mungkin agar cita-citamu tercapai”, ayah menepuk pundakku pelan lalu
beranjak ke belakang menyiapkan peralatan untuk melaut sebentar lagi.
MasyaAllah, Ayah. Ikut berkaca-kaca bacanya T_T
ReplyDelete