Entahlah bagaimana
aku mendeskripsikan tentang dia. Seseorang yang kukenal sejak berpuluh tahun
yang lalu. Saat aku masih belia. Aku mulai mengenal dia sesaat setelah hari
pertama aku masuk SMP. Saat itu aku dan teman-teman sedang ditugaskan untuk
berbelanja peralatan tulis untuk keperluan pentas seni penyambutan siswa baru. Tidak
jauh sebenarnya dari sekolah, hanya saja waktu itu motor masih jarang, dan aku
pun belum bisa naik motor. Jadi aku dan teman-teman naik colt angkutan umum. Kami
berhenti tepat di sampingnya menjajakan dagangan.
Dia seorang
bapak penjual legen. Legen itu bahasa yang kami gunakan untuk menyebutkan air
nira yang sudah disadap. Rasanya manis segar dan ada rasa seperti sodanya. Waktu
itu karena memang aku sekolah di area pesisir, maka jangan heran kalau air nira
atau legen itu menjadi salah satu minuman favorit penghilang dahaga. Segar tak
terkira. Nah saat itu waktu kutanya, si bapak bilang kalau memang sudah lama
jualan legen di situ. Di pinggir jalan raya di samping jajaran tepi laut yang
membentang panjang. Di bawah pohon perindang jalan. Tanpa warung atau gerobak. Hanya
dua wadah seperti “boran” atau wadah
dari bambu untuk menampung berbotol-botol legen jualannya. Gelasnya unik karena
terbuat dari potongan bambu. Mungkin gelas itulah yang membuat cita rasa legen
miliknya berbeda dengan legen lain.
Tadi waktu
aku sedikit sengaja lewat tempatnya berdagag sepulang dari mengantar siswa ke
tempat magang. Aku temukan si bapak sedang duduk termenung menunggui dagangan. Masih
sepi pembeli, mungkin karena masih agak pagi. Biasanya kalau pas sore ramai
sekali anak-anak muda nongkrong di sana.
Aku menepi
sejenak. Berniat membeli legen darinya. Sekedar melepas kangen. Si bapak
tersenyum melihatku. Mungkin beliau familier dengan wajahku karena memang agak
sering aku di mampir di sana. Kuminta segelas legen untuk kuminum di sana dan
sebotol untuk kubawa pulang. Berbasa-basi sejenak dengan beliau menanyakan
kabar. Lalu aku pulang sambil membawa sebotol legen yang sudah beliau cantolkan
di motorku.
Si bapak
tersenyum melepas kepergianku. Aku sedikit belajar darinya tentang bagaimana
setia. Bertahan pada satu pekerjaan hingga bertahun lamanya. Bersyukur untuk
rezeki yang tak seberapa namun cukup untuk melanjutkan hidup. Belajar memotivasi
diri saat jenuh dengan pekerjaan yang begitu-begitu saja, dan belajar untuk
bisa mencintai apa yang menjadi pekerjaan kita apapun itu.
Matursuwun pak,
sudah memberikan cerita-cerita hidupmu saat sedikit waktuku kuhabiskan denganmu
sambil menikmati laut dan legen punyamu yang segar. Sesegar wejangan yang kau
berikan agar aku menjadi tegar.
Cerita sederhana tapi bagus.
ReplyDeletePenggunaan mu & ku tlong dikurangi ya
Kita sama2 sedang ikut odop7 ... Mf jika sy terlalu cerewet
Makasih kak
ReplyDelete