Saya baru saja menamatkan Fullmetal Alchemist seri 18 yang merupakan
seri terakhir komik besutan Hiromu Arakawa. Pertukaran setara sering sekali
disebut dalam komik ini. Uang dibayar uang, mata dibalas mata, nyawa dibalas
nyawa. Lantas apa mungkin kebahagiaan juga harus ditukar dengan kebahagiaan?
Prinsip pertukaran setara ini tidak sejalan dengan nilai-nilai yang saya
yakini. Dalam pemahaman saya bukan tentang tukar menukar tetapi tentang
memanen. Dulu sekali saat masih kecil ada seseorang yang mengatakan bahwa
kebahagiaan hanya bisa kita ciptakan sendiri bukan oleh orang lain. Saat
memasrahkan kebahagiaan pada orang lain saat itu pula kebebasan kita diambil.
Cara mencari bahagia bisa saja berbeda bagi tiap orang. Bagi saya mencari
bahagia tidaklah sesulit yang dibayangkan. Prinsip memanen tadi saya selipkan
di sini. Ketika saya bisa menularkan bahagia pada orang lain ketika itu pula
saya sedang memanen bahagia untuk diri saya sendiri.
Lantas bagaimana caranya? Berbagi, itu kuncinya. Dalam Islam bahagia
menjadi salah satu hal yang penting untuk diraih baik di dunia maupun di
akhirat. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah disebutkan “Perbuatan
paling baik ialah engkau memasukkan kebahagiaan kepada saudara yang mukmin dan
muslim, membayar hutangnya atau memberinya roti”.
Berbagi, yang pertama dan kebahagiaan yang kedua, maka berbagi
kebahagiaan bisa menjadi jalan untuk memanen bahagia. Bagaimana caranya? Tidak perlu
sesuatu yang mewah untuk melakukan hal ini. Saya belajar dari orang-orang desa
dimana nenek saya tinggal. Berbagi sapa dan senyuman pada mereka yang lewat, as
simple as that. Kita tidak pernah tahu sejauh apa senyum dan sapa kita akan
berdampak pada orang lain. Di desa itu mungkin lumrah, di kota? Lain lagi cerita.
Orang kota terkenal individualis. Memberdayakan saling sapa dan senyum akan
banyak bermanfaat. Misalnya mengembalikan semangat, menjalin kembali kerukunan,
saling mengenal satu sama lain, dan menciptakan keharmonisan.
Saat sudah bisa berbagi senyum dan sapa tingkatkan dengan memberi apa yang kita punya, minimal pada orang tua dan tetangga. Apa saja bisa kita bagi, misalnya yang hobi memasak, sekali-kali bagilah olahan kita pada tetangga. Yang hobi berkebun bagilah hasil kebun yang didapat pada warga. Apakah ini akan mengurangi rejeki kita? Tidak, justru akan meningkat, bukankah Allah menjanjikan pada mereka yang mau berbagi dengan imbalan berkali lipat. Jadi jangan ragu untuk memberi, di sana akan kita temui perasaan bahagia dan kepuasan dalam diri.
Saat pandemi seperti sekarang, dimana intensitas pertemuan dibatasi,
karantina wilayah diberlakukan, kesempatan untuk berkunjung atau bertemu tidak
sebebas dahulu. Meski demikian intensitas memberi dan berbagi kebahagiaan tidak
perlu dikurangi. Justru saat ini adalah saat yang tepat untuk berbagi
kebahagiaan. Banyak yang terimbas pandemi dan mengalami kesulitan hidup. Berbagi
kebahagiaan tidak mengharuskan kita untuk hadir saat kondisi tidak mengijinkan.
Berbagai aplikasi online sudah banyak diciptakan untuk membantu kehidupan kita
berjalan lancar. Misalnya jasa pengiriman online yang dipelopori JNE. Maksimalkan
aplikasi ini untuk mengirimkan bermacam barang yang dibutuhkan oleh warga yang
terdampak pandemi. dengan begitu mereka akan mendapatkan sedikit kebahagiaan
dari apa yang kita bagikan.
Mari kita tingkatkan lagi kesadaran untuk berbagi, dari apa yang kita
beri akan menciptakan kebahagiaan pada mereka yang menerima. Dari sana secara
tidak langsung kita akan memanen bahagia yang berlipat banyaknya.
0 comments