BLANTERORBITv102

INTERNATIONAL WOMEN'S DAY : CHOOSE TO CHALLENGE

Monday, March 8, 2021
Hari ini serentak di seluruh penjuru dunia memperingati Hari Wanita Internasional. Timeline di media cetak maupun media online dipenuhi dengan seruan peringatan hari istimewa bagi seluruh perempuan di bumi. Di Indonesia sendiri ada hari ibu yang diperingati setiap tanggal 22 Desember. Internasional Women's Day diperingati tiap tanggal 8 Maret setiap tahunnya. Apa saja yang mendasari adanya peringatan Hari Perempuan Internasional ini ya?

Ada berbagai macam tema yang diusung setiap tahun. Di tahun 2021 ini tema "Choose To Challenge" diusung dengan berbagai pertimbangan. Salah satunya adalah seruan kepada semua pihak untuk menantang dan ikut aktif menyerukan tentang adanya ketidaksetaraan dan bias gender serta juga merayakan pencapaian-pencapaian yang dilakukan oleh perempuan.

apa saja yang bisa dilakukan untuk merayakan international womens day



 Sejarah peringatan International Women's Day (IWD)

Tahu tidak bahwa International Women's Day sudah diperingati sejak lama. Awal lahirnya peringatan hari perempuan internasional ini adalah untuk merayakan gerakan buruh tahunan yang diprakarsai oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Pada 8 Maret 1908 sejumlah lebih dari 15 ribu buruh perempuan melakukan aksi demonstrasi di New York City, menuntut jam kerja lebih pendek, gaji lebih tinggi, dan hak untuk memilih. Dari gerakan demonstrasi itulah akhirnya lahir hari Perempuan Internasional.

Ada tiga warna yang dipilih untuk memperingati International Women's Day tersebut, yaitu ungu, putih, dan hijau. Ungu sebagai simbol keadilan dan martabat, putih perlambang kemurnian, dan hijau adalah harapan. Dengan tiga warna tersebut perempuan ingin diakui martabatnya, mendapatkan keadilan dalam segala bidang dan melambungkan harapan-harapan untuk menjadi lebih baik ke depan.

Choose to Challenge sebagai tema International Women's Day 2021

Ada apa di balik tema "memilih untuk menantang" di tahun ini. Memang pada dasarnya perayaan hari perempuan internasional ini berbeda jauh dengan perayaan hari ibu. Jika di hari ibu kita merayakan bagaimana peran ibu terhadap keluarganya, baik itu untuk suami, anak-anak atau lingkungan. Biasanya dirayakan dengan mem-bebas tugaskan ibu dari tugas domestik sehari-hari pada hari itu. Istilahnya sang ibu dimanjakan dengan sungguh-sungguh oleh semua anggota keluarga pada hari itu. Tetapi di Hari perempuan internasional skalanya sudah berbeda. Perayaan ini lebih menitikberatkan pada perubahan positif perempuan di segala ranah kehidupan baik itu pada bidang politik, ekonomi, budaya, dan sosial.

Bias dan ketidaksetaraan gender juga menjadi pendorong tagar choose to challenge dimana pada perayaan kali ini diharapkan gaung tentang kesetaraan gender bisa disuarakan lebih keras dan jelas. Ada banyak hal yang menjadikan perempuan di-anak tirikan sejak masa lalu yang membuat mereka tidak mampu berkembang seperti laki-laki. Batasan-batasan yang tidak sesuai itu sepatutnya bisa dihapus agar perempuan bisa berkembang lebih jauh.

Tagar atau tema ini juga diambil sebagai salah satu bentuk dukungan pada platform-platform yang mendukung perubahan positif pada perempuan. Saat ini sudah banyak sekali perempuan-perempan yang mampu menjadi pendobrak dan bersinar di bidangnya. Tujuan inilah yang mendasari munculnya platform-platform tersebut. Dukungan dari banyak pihak akan sangat membantu mewujudkan impan tersebut.

Tagar atau tema ini bahkan diangkat Google sebagai Google Doodle dengan gambar tangan yang diangkat ke atas. Bisa jadi ini adalah sebuah ajakan untuk perempuan agar saling mendukung satu sama lain. Dalam video animasi tersebut disajikan pencapaian-pencapaian yang berhasil dilakukan perempuan baik di bidang  seni, sains, budaya, dan bidang lainnya.     


Apa saja "Choose to Challenge" saya

Sebagai apresiasi dan dukungan pada peringatan hari perempuan internasional kali ini saya ingin ikut andil menyuarakan apa-apa saja yang menjadi keresahan saya terkait dengan bias dan ketidaksetaraan gender yang melingkupi perempuan sejak lama, termasuk juga yang saya alami. Apa saja yang perlu ditentang untuk kemudian agar bisa berubah?

  • Stop eksploitasi tubuh perempuan
Eksploitasi tubuh perempuan bukan lantas dipandang dalam perspektif vulgar. Ajang kontes kecantikan yang menjamur saat ini pun bisa dipandang sebagai salah satu bentuk eksploitasi tubuh perempuan. Coba saja bayangkan apa sih korelasinya antara kecantikan perempuan dengan bikini? Biasanya kontes kecantikan diselenggarakan dengan dalih menjunjung kehebatan perempuan. Perempuan cantik, cerdas, dan hebat tidak butuh selendang atau bikini untuk mendefinisikan dirinya.
  • Mengakui kiprah perempuan
Sebagai istri dan ibu seorang perempuan diakui atau tidak sudah berkontribusi sebagai perekat antar anggota keluarga dan segala pekerjaan di lingkup domestik rumah tangga. Perempuan-perempuan itu tanpa disuruh akan dengan senang hati mengerjakan berbagai pekerjaan rumah tak tiada henti karena memang sudah fitrahnya. Namun jika kemudian itu dijadikan kambing hitam agar perempuan tidak bisa berkembang di ranah luar, berkarir misalnya, tentu saja sangat salah.

 Selama ini perempuan selalu dihadapkan pada pilihan sulit, keluarga atau aktivitas-aktivitas di luar rumah, pekerjaan misalnya. Kenapa tidak justru difasilitasi agar bisa melakukan dua hal tersebut dengan baik sehingga tidak mengganggu porsi masing-masing. Padahal tidak bisa dipungkiri bahwa perempuan ikut andil dalam kemajuan peradaban, salah satunya sebagai madrasatul ula bagi anak-anaknya.

Meski demikian kewajiban mengasuh anak bukan hanya dibebankan pada perempuan (ibu) semata. Dalam Al-Quran peran ayah lebih banyak disebutkan dalam pengasuhan dari pada ibu. Jika kemudian ayah melimpahkan seluruh tanggung jawab tersebut dengan dalih untuk mencari nafkah, jelas ini bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk ketimpangan gender. Bekerja sama dan saling mendukung bisa dilakukan alih-alih membebankan pada satu pihak. Dan justru akan berdampak baik pada kondisi internal keluarga.

 
  • Mengembalikan otoritas perempuan atas dirinya
Pernah tidak kalian menyaksikan seorang ibu hamil yang akan melahirkan kemudian ada masalah dalam kehamilannya dan harus dioperasi cesar. Mengapa justru pihak rumah sakit meminta persetujuan suami untuk melakukan tindakan tersebut. Perempuanlah yang tahu kondisi tubuhnya. Dia bisa memilih mana yang baik dan mana yang tidak untuk dirinya. Jika lantas otoritas tersebut direnggut dari mereka, apalagi yang mereka punya. Kendali atas dirinya saja sudah tidak dimiliki apa lagi yang tersisa.

Otoritas atas dirinya harus dimiliki oleh para peremouan termasuk di dalamnya menjaga dan mencari pertolongan saat dibutuhkan. Jangan sampai kasus-kasus ibu meninggal banyak terjadi lantaran harus ada ijin suami terlebih dulu untuk hal-hal urget seperti contoh di atas. 

Sebenarnya masih banyak isu-isu lain yang bisa disuarakan. Sudah waktunya laki-laki dan perempuan berdiri sejajar. Bahkan dalam hadits pun disebutkan bahwa perempuan adalah saudara kandung laki-laki. tempatnya adalah di samping bukan di belakang atau di depan. Bila masih ada laki-laki yang abai akan hal ini bisa dibilang bahwa mereka memiliki inferiority complex terhadap perempuan sehingga takut "terkalahkan" jika perempuan diberikan kesempatan yang sama untuk maju. 

Sebagai perempuan saya sendiri mendobrak kewajaran dengan masuk pada bidang laki-laki sebagai mata pencaharian. Saya mengajar bidang mesin yang didominasi oleh laki-laki. Itu salah satu bentuk suara saya bahwa perempuan pun bisa melakukan hal yang sama dan sejajar dengan laki-laki jika diberi kesempatan. Semoga ke depan kesempatan dan peluang itu lebih banyak diberikan sehingga perempuan bisa maju dan berkembang. Selanjutnya mereka akan menjadi salah satu pion perkembangan bangsa dan dunia. Mari kita tunggu saatnya.




Author

Marwita Oktaviana

Blogger, Book lover, Writing Enthusiast, A friend of a many students