Sejak kasus Covid-19 di Indonesia diumumkan pertama kalinya oleh
presiden Jokowi pada tanggal 2 Maret 2020 jumlah pasien positif Covid-19 terus
bertambah. Berita terakhir menyebutkan data pasien sudah menembus 5000 jiwa
lebih. Beberapa kebijakan dilakukan oleh pemerintah untuk meminimalisasi dan
menghentikan penyebaran virus tersebut. Mulai dari social distancing
hingga karantina lokal.
Masyarakat juga dihimbau untuk selalu menjaga kebersihan seperti mencuci
tangan dan membersihkan area yang sering diakses menggunakan cairan
desinfektan. Peningkatan sistem imun juga benar-benar diperhatikan seperti
berjemur di pagi hari, olahraga ringan sampai konsumsi vitamin.
Menilik apa yang terjadi saat ini berkaitan dengan bagaimana respon
masyarakat menanggapi wabah yang sedang melanda Indonesia, mau tak mau seperti
menampar diri sendiri. Dalam ilmu titen, yaitu mengamati anomali atau kejadian
di luar kebiasaan alam atau lingkungan yang dianggap sebagai pertanda akan
suatu kejadian pada masyarakat Jawa lama, para leluhur
sebenarnya sudah memberikan tinggalan berupa ilmu mengenai apa yang harus dilakukan
ketika ada pagebluk atau sawan yang muncul di sekitar.
Ilmu ini mereka dapatkan dari mempelajari segala kejadian di alam dan
menghubungkan dengan berbagai peristiwa untuk mendapatkan jalan keluar dari permasalahan
yang muncul. Misalnya saja munculnya lintang kemukus yang sering dikaitkan
dengan akan terjadinya pagebluk atau wabah yang menyerang. Dalam kaitannya
dengan terjadinya pandemi virus corona saat ini, masyarakat Jogjakarta harusnya
lebih dini aware akan apa yang akan terjadi. Karena sebelum gempar wabah corona yang
menyerang berbagai negara di dunia mereka sudah meramalkan akan terjadinya pagebluk
itu saat melihat lintang kemukus yang muncul sebelum wabah corona
terjadi di atas langit Jogja.
Dari segi kebersihan diri, orang-orang Jawa lama sudah terbiasa
menempatkan kendi dan padasan di depan rumah. Kendi berfungsi
untuk menyediakan minum bagi mereka yang lewat agar tenggorokan tidak kering dan
padasan digunakan untuk membasuh kaki dan tangan sebelum masuk ke dalam rumah. Hal
ini sejalan dengan himbauan untuk membersihkan diri sebelum memasuki rumah agar
tidak membawa virus ke dalam rumah dan menulari keluarga.
Lalu dalam hal meningkatkan imunitas tubuh masyarakat Jawa terbiasa
menanam kelor dan daun sirih di pekarangan rumah untuk nantinya dibuat masakan
atau direbus sebagai jamu. Sampai saat ini khasiat daun kelor untuk kesehatan
sangat diakui dunia. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jatim Drajat
Irawan dalam detikNews menyatakan sampai akhir
Maret 2020 kemarin Jatim mampu mengekspor 13 kali daun kelor ke Korea Selatan
dengan total ekspor 55,8 ton atau setara dengan USD 155.247,90. Bukan hanya
berhenti sampai disana, masyarakat Jawa terkenal sangat suka mengkonsumsi jamu
yang terbuat dari aneka rempah yang kaya nutrisi baik untuk imunitas maupun
juga untuk menyembuhkan penyakit.
Mengenai adanya himbauan social
distancing yang digembar-gemborkan pemerintah, orang Jawa juga memiliki
tradisi terkait dengan itu. Di mana untuk memberikan salam tidak dengan
berjabat tangan tetapi cukup dengan menangkupkan tangan di depan dada seperti ritual
namaste. Hal ini akan menghindarkan masyarakat dari penularan virus
melalui sentuhan.
Selain beberapa hal di atas, isu
bahwa berjemur dapat membunuh virus corona yang notabene salah kaprah dan
terlanjur dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia tanpa pemahaman
tentang itu, sebenarnya pun telah dilakukan secara biasa oleh masyarakat Jawa
lama ataupun mereka yang hidup di pedesaan. Berjemur bukan membunuh virus
corona, tetapi dinilai mampu meningkatkan imunitas tubuh. Sinar matahari pagi
mampu menstimulus tubuh untuk memproduksi sendiri kebutuhan vitamin D.
Vitamin D mampu mendukung kinerja sel T yang berfungsi
sebagai garis depan pertahanan melawan penyakit yang diakibatkan oleh virus.
Semenjak wabah corona menjadi pandemi yang ditakutkan masyarakat dunia. Anjuran
berjemur di pagi hari mulai digalakkan bagi masyarakat agar tubuh mampu
memproduksi imunitas untuk menghindari terpapar virus tersebut.
Orang Jawa khususnya yang tinggal di pedesaan tidak perlu menunggu
adanya anjuran tersebut. Setiap hari mereka sudah berjemur secara otomatis saat
menggarap sawah atau ladang. Seperti sekali mendayung dua tiga pulau
terlampaui. Sambil bekerja sambil melatih fisik dan mendapatkan manfaat sinar
matahari pagi. Dengan begitu rata-rata masyarakat desa cenderung memiliki
imunitas yang tinggi dibanding masyarakat kota yang jarang terpapar matahari
pagi dan melatih fisik.
Dari paparan di atas masihkah kita men-judge bahwa mengikuti
tradisi lama itu kuno dan tidak up to date. Padahal hal-hal yang kita
lakukan saat pandemi saat ini tak lain tak bukan adalah ilmu yang lama
diberikan oleh para sesepuh kita. Mereka lebih aware dan mampu
mempelajari gejala alam lebih baik daripada kita meski tidak dibantu dengan
teknologi yang canggih. Masihkah kita kesampingkan hal-hal yang terbukti baik
bagi kita hanya karena itu tradisi lama dan ketinggalan jaman?
Jadi jangan memandang remeh terhadap ilmu titen yang tumbuh sejak
lama di masyarakat Jawa hanya karena menganggap bahwa saat ini zaman sudah
maju. Bersinergi nyatanya mampu mewujudkan sebuah gerakan yang efisien dalam
membendung laju penyebaran wabah. Jadilah manusia yang mampu menghidupkan
kembali tradisi lama dengan memiliki kepekaan tinggi terhadap fenomena alam
yang terjadi. Nantinya ini akan menyelamatkan manusia dari kepunahan yang tidak
perlu.
0 comments