Tidak bisa
dipungkiri bahwa rempah terjalin dan berkelindan erat dengan Indonesia. Rempah
bukan hanya komoditas perdagangan prestis di masa kejayaannya, tetapi juga
sebuah akar terbentuknya kebudayaan. Dengan banyaknya pedagang asing yang
datang untuk mendapatkan rempah dari Nusantara, lambat laun terjadi akulturasi
budaya di tempat-tempat interaksi tersebut.
Agama, budaya, ekonomi, negara, bahkan teknologi tidak luput dari akulturasi. Dalam dunia sastra rempah diam-diam menyusupkan diri dalam bentuk tulisan-tulisan, baik berupa cerpen, novel, puisi, dan juga prosa. Rempah sendiri mulai dinarasikan pada karya-karya sastra klasik baik dari penulis pribumi maupun penulis asing. Pada tahun 1778 Lauddin menuliskan cerita tentang pola perdagangan lada yang dikuasai oleh Sultan Banten, kolonisasi, dan peran VOC dalam sebuah novel berjudul “Hikayat Nahkoda Muda”.
Selain Banda, Tidore, dan Ternate, Lampung menjadi jujugan banyak pedagang terkait keberlimpahan rempah lada yang banyak tumbuh di ladang-ladang penduduk. Sumatera memiliki komoditas rempah andalan berupa kapur barus dan benzoin. Kapur barus berasal dari getah pohon Aguilariamallaccansin atau Cinnamomum campora yang hanya ditemukan di hutan-hutan Sumatera Utara. Kapur barus adalah bahan pengawet mayat dan pengobatan. Tetapi pesona lada juga tidak kalah tenar.
Dalam buku “Sejarah Sumatera”, Marsden menyatakan bahwa lada merupakan komoditas perdagangan rempah utama di pulau Sumatera. East India Company (EIC) juga menempatkan lada sebagai komoditas uama. Namun Lampung memilih jalan berbeda terkait perdagangan lada. Transaksi lada hanya diperuntukkan pedagang lokal meski Lampung adalah penghasil lada terbanyak di pulau Sumatera saat itu.
Sedikit banyak jejak perjalanan lada telah mempengaruhi perkembangan sastra itu sendiri. Dalam dunia sastra modern, rempah sudah banyak dinarasikan dalam berbagai novel, puisi, lirik lagu, atau prosa-prosa. Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie adalah salah satu penulis berbakat yang menarasikan lada dalam sebuah novel berjudul “Di Tanah Lada”.
Seperti Ikan-Ikan di Langit, novel Di Tanah Lada juga menyabet penghargaan sayembara menulis novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 2014 sebagai juara II. Novel-novel karya Ziggy memang memiliki sisi unik yang tidak biasa. Jakarta Sebelum Pagi misalnya, mampu memberikan perspektif baru dalam dunia sastra dengan ide yang sangat tidak biasa. Dalam novel Di Tanah Lada ini pun Ziggy menyuguhkan hal baru yang sangat fresh.
“Lada itu bumbu masak yang bikin perut hangat. Dia temannya garam. Di meja yang ada ladanya, pasti ada garam juga. Coba deh kamu cari.” (Di Tanah Lada, hal. 88)
Seorang anak kecil berusia 6 tahun bernama Salva menjadi POV dari novel
setebal 240 halaman dan langsung menyentilkan keunikan. Sangat jarang anak-anak
dijadikan pusat pada sebuah novel selain cerita anak. Tetapi Ziggy dengan manis
mampu menggambarkan dan menyajikan Salva dengan narasi yang pas. Bercerita
tentang perjalanan seorang anak bernama Salva yang memiliki masalah terkait
keluarga (papa yang suka marah, berjudi, dan sangat membenci Salva) bertemu
dengan anak laki-laki bernama P yang memiliki masalah yang sama (papa pemarah
dan suka memukul).
Tanah lada menjadi satu-satunya tujuan kedua anak tersebut untuk lari dari pekat hidup. Menuju tanah lada, rumah nenek Isma dengan luapan harapan akan kehidupan yang lebih baik. Jakarta sudah terlalu bising, terlalu penuh, sampai malam-malam tidak lagi berbintang. Padahal mereka ingin melihat bintang yang bisa mengabulkan harapan.
Lampung yang dipisah selat dari Jakarta mereka lalui, tetapi memang Ziggy selalu memberikan kejutan dalam tiap karya-karyanya. Ending yang gelap dipilih untuk menutup novel ini.
“P...Aku pikir, nama Pepper itu nama yang paling tepat untuk kamu. Karena kata kakek Kia, ketika kita merasa bahagia karena orang lain, berarti orang itu membuat kita merasa ‘hangat’. Rasa hangat adalah kebahagiaan. Dan kamu membuat aku merasa bahagia. Membuat aku merasa hangat. Seperti lada. Kamu yang bilang kalau lada membuat kita merasa hangat, kan?” (Di Tanah Lada, hal. 233)
“Ayam lada hitam enak, tuh, kata gelembung udaranya. Dia tersenyum. Aku juga tersenyum. Karena, ketika dia membicarakan makanan, dia pasti sedang bahagia.” (Di Tanah Lada, hal. 239)
Dari sebuah benda bernama rempah, kecil, tapi menyuguhkan khasiat tidak
hanya dalam hal pengobatan dan kuliner namun mampu merambah budaya. Seperti
tetes air yang meresap di celah-celah bebatuan, rempah telah dengan sendirinya
menyusup di dalam sajak-sajak, dan meramaikan dunia sastra Indonesia.
Simbiosis mutualisme, rempah dikenalkan lewat sastra pada masyarakat, dan sastra berinovasi lewat narasi-narasi rempah yang membuatnya lebih beragam. Maka ketika rempah hadir dalam sastra, adalah sesuatu yang wajar, bahkan cenderung gegar, mestinya. Karena memang dari rempahlah Nusantara berjaya.
Nantinya dari narasi-narasi sastra yang digubah dalam berbagai bentuk diharapkan akan mampu menggubah kejayaan rempah untuk mengenalkan Indonesia dengan gegar yang besar di dunia. Semoga.
Sek. Namanya kok susah banget dibaca.
ReplyDeletewkwkwk ternyata memang susah ya bacanya, aku juga belibet dan harus mantengin lama baru ngeh
Deleteah keren, dari rempah bisa jadi sebuah cerita kehidupan ya, keren idenya menarik..
ReplyDeleteide cerita dari Ziggy memang unik-unik sih :)
DeleteWah belum cobain baca yang ini wkwk masih baca yg ikan terbang aja itu udah berat menurut aku nih karya Ziggy. yg ini kira2 lebih ringan ngga ya?
ReplyDeleteYang ini cenderung sedikit ringan sih mbak Ji dibanding yang ikan-ikan di langit. Soalnya sudut pandangnya 2 anak-anak. Tapi ya karakteristiknya Ziggy meskipun anak-anak tetep aja berat, wkwkwk
DeleteAku belum pernah selesai baca full karya ziggy... Coba deket, tak pinjem bukunya mbak 😄
ReplyDeletebeli, kan udah selesai latsar wkwkwk
DeletePenasaran tapi takut ga kuat bacanya.. Berat euy bacaannya. Wkwkwk
ReplyDeletekalau yang ini cenderung ringan sih kak dibanding karya yang lain
DeleteSemoga bisa memproduksi tulisan yang bisa memberi pengaruh baik seperti mbak Ziggy. Walau beda genre. (y)
ReplyDeleteharus donggg, semangattt
DeleteBelum pernah baca karya Ziggy satupun. Coba dekat, bakal pinjam bukunya dengan niat tidak mengembalikan. Baca review nya bikin pengin baca dah.
ReplyDeleteIshhhh dengan niat tidak mengembalikan....najaluk digasak Om iki
DeleteKayaknya bagus ya mba novelnya... Itu endingnya jadinya gimana ya. Jadi penasaran
ReplyDeleteEndingnya.....nggak ah nanti spoiler. Baca aja bukunya mbak wkwkwk
DeleteNovel-novel karya Ziggy ini emang enak banget di Baca. Lewat Lada aja bisa jadi cerita yang bagus gini. Aku jadi pengen baca bukunya lho.
ReplyDeleteReviewnya bikin penasaran... Jadi mau baca karya-karyanya Ziggy. Seumur-umur belum pernah baca soalnya 😅
ReplyDeleteBagus semua kak Flo. aku baca yang jadi juara-juara sayembara menulis. Dia kan langganan
DeleteJudul bukunya kece ini, Kak. Jadi seketika inget kompetisi komik yang juga ambil tema rempah-rempah. Semoga suatu waktu nanti bisa baca karya penulis ini.
ReplyDeleteMemang sedang gencar-gencaernya mengembalikan kejayaan Nusantara seperti dulu lewat jalur rempah kayaknya
DeleteUnik banget ya mba novelnya mengangkat rempah Indonesia yang masuk ke dalam literasi. Penasaran sama kisah Salva selanjutnya dan hubungannya dengan tanah lada ini apa. Menarik bgt yaa 🥰
ReplyDeletewaahh tokoh utamanya anak ya, menarik nih, apalagi bahas tentang rempah ya yang memang dari dulu menjadi kekayaan Indonesia.
ReplyDeleterempah tidak hanya bisa dibahas sebagai bumbu saja tapi juga diolah menjadi sebuah karya sastra, keren nih :)
wait, aku pernah baca review buku Ziggy tapi lupa judulnya. Dia yang menulis tentang perdagangan anak-anak bukan yah? novel yang ini juga pov anak-anak. Kalimatnya indah sekali...penasaran dan selalu berakhir gelap. *sigh~
ReplyDeleteRempah rempah Nusantara nan melimpah, kerap menjadi inspirasi karya sastra, bahkan di novel ini sosok anak kecil menjadi tokoh utama
ReplyDeleteBelum pernah baca karya Ziggy nih, jadi penasran dengan gaya menulisnya, apalgi ini POVnya anak-anak ya
ReplyDeleteWah novel favoritku nih. Ceritanya seru pantas jadi juara ya. Bikin emosiku semua teraduk jadi bawang. Kasian sama P dan Salva. Sayang akhirnya sad ending yah. Aku lebih suka anak-anak itu bahagia seperti dunianya.
ReplyDeleteBerat ya kayaknya bacaannya. Sebenarnya, dari semua itu, aku penasaran gimana dia risetnya, secara bahasannya berat gitu? Duh aku jadi kangen baca novel karena masih agak sibuk >.<
ReplyDeleteDuh aku ketinggalan banget baru tahu nama penulis Ziggy, baca ulasannya jadi penasaran dengan karya-karyanya apalagi beliau pemenang penghargaan sayembara menulis novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 2014
ReplyDeleteRempah memang memiliki banyak makna. Karena rempah lidah kita dimanjakan, dan bangsa kita diperebutkan. Beruntunglah kita jadi bangsa Indonesia ya, kak.
ReplyDeletesaya suka karya-karya Ziggy, selalu out of the box idenya. Dan pesan yang terkandung dalam setiap novelnya selalu dalam.
ReplyDeleteWow, bacaannya maa shaa Allah. Narasi rempah salah satu jalan memperkenalkan Indonesia.
ReplyDeleteHmmm buku ini aku belum pernah baca, mungkin kalo ada kesempatan baca akan kubaca secara bertahap. Karena isinya pasti berisi.
Rempah dalam narasi jadi memudahkan untuk mengenal lebih dekat. Boleh juga ini bukunya untuk dimiliki
ReplyDeleteSaking uniknya nama penulisnya, kupingin juga baca "lada" ini ... emang boleh serempah itu :D
ReplyDeleteMembaca karya Ziggy belum pernah sama sekali, tapi melihat tulisan ini jadi menikmati setiap aliran yang diilustrasikan dalam kata.
ReplyDeleteKalau lihat dari apresiasi yang didapatkan dari karya ini, bisa dibayangkan kualitasnya pasti bagus. Meski cerita atau endingnya ga hepi, bisa jadi alternatif kalau novel memang tak selalu manis.
ReplyDeleteSetting novelnya tahun berapa? Agak bingung usia 6 tahun bisa pindah sejauh itu.
Beli rempah dibuat jamu
ReplyDeleteDiminum agar tubuh sakti
Sayangilah kedua orang tuamu
Agar tiada penyesalan nanti
Kereeen sih alur ceritanya, baru kali ini penasaran sama karya dari ziggy karena bahasanya yang enak dan mudah dipahami, tapi untuk nama sulit diingat heheh
ReplyDeleteRempah dalam narasi sastra? Sepertinya Novel di Tanah Lada bakal jadi opsi buat booklist atau bahan bacaanku tahun depan. Apalagi kalau sudah diganjar penghargaan dari DKJ. Wajib dibaca!
ReplyDelete