BLANTERORBITv102

DEWI NUR AISYAH, EPIDEMIOLOG DALAM WAJAH KARTINI MODERN

Tuesday, November 29, 2022

 

Dewi Nur Aisyah

Epidemiolog masih langka di Indonesia. Pakar dalam bidang perjalanan suatu penyakit atau wabah dari hulu ke hilir ini masih sangat sedikit jumlahnya. Semestinya perbandingan antara jumlah warga dan epidemiolog adalah 500.000:1. Namun saat ini masih sangat kurang dari angka tersebut. Kabar baiknya ada angin segar ketika Dewi Nur Aisyah, epidemiolog perempuan satu-satunya di Indonesia hadir di tengah-tengah kerontang ahli epidemi saat ini.

 

Perempuan berusia 34 tahun ini kembali ke Indonesia pada tahun 2019 setelah menyelesaikan S3 di University College London jurusan Infectious Disease Epidemiology and Informatics. Tepat satu tahun setelah kembali, pandemi covid-19 menyerang secara global. Dewi adalah pijar terang dibalik kemelut wabah yang menewaskan banyak penduduk. Latar belakang keilmuan dan interaksinya dengan banyak peneliti kelas dunia membuatnya dipercaya ikut dalam Tim Satuan Tugas Penanganan Covid-19.

 

Tidak tanggung-tanggung Dewi didaulat sebagai ketua bidang data dan teknologi informasi yang membawahi ratusan relawan untuk menyediakan pusat data terintegrasi sebagai informasi utama dalam penanganan covid-19. Sebagai salah satu sosok penting dalam satgas sekaligus epidemiolog, Dewi melakukan edukasi secara terus-menerus pada masyarakat mengenai asal mula covid-19, bagaimana covid-19 menyebar, kejadian penyakit pada populasi dan faktor-faktor  yang bisa mempengaruhi pandemi serta bagaimana cara menangani pandemi tersebut melalui siaran langsung dan media social.

 

Tentu saja dengan tugas yang begitu berat, Dewi banting tulang menyediakan akses data secara menyeluruh untuk pandemi waktu itu. Bekerja lembur hingga tengah malam di tengah kondisinya yang tengah hamil dilakukan dengan penuh dedikasi tinggi. Tantangan terbesarnya saat itu Indonesia belum memiliki persiapan dalam penanganan Covid-19. Kapasitas pelayanan dan sumber daya manusia terbatas. Logistik yang dibutuhkan seperti APD (alat pelindung diri) juga tidak tersedia. Yang paling urgent laboratorium penelitian Covid-19 belum dimiliki. Jadi semakin banyak tugas yang harus dilakukan oleh Dewi sebagai bagian dari satgas covid-19.

 

“Pandemi adalah perang akar rumput”, kata Dewi

 

Karena hal tersebut penanganan tidak hanya pada pemerintah pusat dan daerah tetapi sampai lapisan terkecil masyarakat di tingkat bawah. Saat merasa bahwa proses edukasi telah berjalan dengan baik, Dewi menyiapkan strategi untuk pencegahan penularan covid-19 dengan melakukan perubahan perilaku pada masyarakat. Dengan sinergi bersama pakar sosiolog, tokoh agama, masyarakat dan antropolog, Dewi membuat skenario untuk bisa mengedukasi masyarakat dengan cara yang humanis terkait perubahan perilaku tersebut.

 

Melihat perkembangan covid-19 yang begitu cepat, Dewi dan kawan-kawan menciptakan aplikasi “Bersatu Lawan Covid (BLC)”. Aplikasi ini adalah sistem informasi terintegrasi yang menjadi navigasi utama Indonesia dalam memahami perkembangan covid-19. Artinya satgas tidak perlu melakukan siaran untuk mengedukasi tentang pergerakan covid-19 setiap hari. Masyarakat bisa dengan mudah mengakses aplikasi tersebut untuk mengetahui pergerakan pandemi secara mandiri.

 

Langkah selanjutnya, Dewi ikut serta menyiapkan percepatan vaksinasi untuk mengendalikan penyebaran wabah. Mengingat karakter masyarakat Indonesia yang kurang pro aktif, tentu saja peran satgas amatlah besar demi suksesnya program tersebut. Big data covid-19 dalam aplikasi BLC telah membantu percepatan pengendalian covid-19 secara simultan.

 

Kontribusi Dewi Nur Aisyah pada percepatan penanganan covid-19 di Indonesia pantaslah diganjar dengan sebutan pahlawan covid. Kerja kerasnya membuat pandemi terkontrol dan saat ini sedang diusahakan percepatan endemi.

 

Perempuan yang saat ini bekerja sebagai pimpinan Tribe Primary Care di Digital Transformation office Kementrian Kesehatan ini masih aktif dalam satgas penanganan covid di sela-sela kesibukannya untuk mendorong percepatan transformasi digital pada layanan kesehatan primer di seluruh wilayah Indonesia. Tidak hanya itu Dewi juga menjalankan tugasnya sebagai honorary senior research associate di institute of epidemiology and health care University College London untuk membimbing mahasiswa S2 menyelesaikan disertasi atau penelitiannya.

 

Dengan kerja kerasnya Dewi diganjar banyak penghargaan, salah satunya IPEMI Awards sebagai perempuan inspirasi Indonesia 2021 dan Gatra Awards sebagai ikon apresiasi prestasi anak negeri di masa pandemi 2021.

 

Dewi Nur Aisyah memang sudah banyak berkarya sejak masih belia. Saat menjadi mahasiswa S1 di Universitas Indonesia, dia berhasil menjuarai lomba karya ilmiah mahasiswa UI di tahun 2009 dan dinobatkan sebagai mahasiswa berprestasi di waktu yang sama. Bersama tim, karyanya berupa sistem reminder minum obat bagi penderita TB masuk 5 besar dalam ajang Imagine Cup Student Competition yang diadakan oleh Microsoft di bidang Design for Development. Yang membuat bangga, saat kuliah di London, bersama tim Garuda45 Dewi menjuarai ajang Imagine Cup Student Competition tahun 2016 dengan karyanya yang bernama TB Dcare. Yaitu aplikasi yang diciptakan 4 orang penerima beasiswa  prestisius Beasiswa Presiden Republik Indonesia yang berkuliah di Inggris.

 

Di tengah kesibukannya Dewi juga berhasil menerbitkan 3 buah buku yang menjdi best seller, yaitu Awe-Inspiring ME, Salihah Mom’s Diary, dan Awe-Inspiring US. Meski harus mengasuh ke-3 anaknya tanpa jasa pengasuh, Dewi juga aktif dalam berbagai organisasi. Beberapa jabatan dia jalankan, diantaranya sebagai wakil sekretaris jendral IAKMI, peneliti senior di INDOHUN, senior epidemiology and informatics adviser di AIHSP, serta co investigator dan anggota komite eksekutif konsorsium CHIP.

 

Namun dengan banyaknya prestasi dan kesibukan, Dewi sebagai seorang muslimah taat tidak pernah lupa akan tugasnya sebagai istri dan ibu dari tiga orang anak. Dewi memahami bahwa peran penting seorang wanita ada tiga, yakni menjadi wanita sholehah, taat pada suami, dan menjadi madrasatul ula bagi anak-anaknya.

 

Karena itu menurut Dewi dari tiga peran penting tersebut seorang wanita haruslah produktif dan bermanfaat dalam hidupnya. Menebar kebaikan dengan apa yang bisa dilakukan. Bekerja ikhlas dan tersinergi dengan waktu pengasuhan anak.

 

Dewi Nur Aisyah adalah contoh dari perempuan hebat dengan segudang prestasi. Ilmu yang didapat digunakan dengan semaksimal mungkin memajukan Indonesia. Meski iming-imimg pekerjaan di luar negeri dengan income besar, tetapi Dewi sadar bahwa Indonesia adalah tanah airnya. Maka sejauh apapun langkah yang telah ditempuh, Indonesia adalah tempat bernama rumah, tempat pulang. Semoga kehadiran Dewi sebagai epidemiolog perempuan satu-satunya dapat memantik prestasi wanita-wanita Indonesia lainnya untuk bergerak bersama membesarkan Indonesia. Semoga.

 

Karena manisnya iman hanya dapat dirasakan bagi mereka yang senantiasa mengukir kebaikan dan tak kenal lelah melakukan perbaikan. Hingga di akhir kehidupan, indahnya ketakwaan akan berbuah manis pada surge yang dijanjikan. Saat itulah segala lelah ikhtiar dan bulir perjuangan berbalas jauh lebih indah dari apa yang dibayangkan”. Dewi Nur Aisyah dalam situs weblog.

 

 Referensi:

https://id.wikipedia.org/

https://dewinaisyah.wordpress.com/

 

 

 

 

 

 

 

 



Author

Marwita Oktaviana

Blogger, Book lover, Writing Enthusiast, A friend of a many students