BLANTERORBITv102

MENYEMBUHKAN MATA AIR BERSAMA JAGA SEMESTA: AIR MELIMPAH, ALAM SUMRINGAH, HIDUP PENUH BERKAH

Monday, October 13, 2025

jaga semesta
Salah satu mata air yang direstorasi Jaga Semesta.
Sumber: website Jaga Semesta

 

Tinggal di rumah sederhana dengan latar halaman belakang hutan bambu adalah privilege yang saya miliki saat kecil. Hutan bambu itu adalah spot terbesar dari sekian kejadian masa kecil saya yang membekas dalam. Di hutan bambu itu kami, saya, adik-adik, dan teman-teman biasa menghabiskan waktu sepulang sekolah sampai maghrib hampir tiba. 

Kami bermain apa saja, dengan alat sederhana dari apa yang kami temukan di hutan bambu itu. Suasananya rimbun dan teduh, membuat kami betah berlama-lama. Sementara di samping rumah ada kolam mata air yang usianya lebih dari usia saya, juga dikelilingi oleh pohon bambu. Airnya jernih dan segar. Saat itu mata air di kolam menjadi satu-satunya sumber air bagi warga desa.

Ada tempat pemandian dengan beberapa bilik mandi di samping kolam. Kami biasa mandi, mencuci, main air sampai puas disana. Tak jarang kami juga suka memancing ikan di kolam lalu hasil ikannya dibakar bersama-sama di hutan bambu. Nikmat dan segar.

Mata airnya saya ingat selalu nyumber dan jarang sekali debitnya berkurang. Ketika butuh mandi atau mencuci kami cukup memompa air pakai pompa manual dengan tuas pengungkit. Tidak perlu tenaga besar airnya sudah mengucur deras.

Tetapi cerita dan privilege indah itu tidak lagi saya jumpai saat ini. Ketika saya pulang dari merantau untuk melanjutkan sekolah, kolam mata air itu sudah tidak ada, berganti bangunan balai RT. Hutan bambu pun juga tinggal beberapa persen saja dari jumlah awalnya.

Apakah saya kecewa? Tentu saja, saya merasa hutan bambu itu adalah ibu, pelindung desa dari berbagai bahaya, termasuk angin kencang. Bukankah bambu itu memiliki banyak kelebihan dan menguntungkan? Sejak zaman dahulu, para sesepuh menanam bambu melingkari desa sebagai pelindung.

Juga kolam mata air itu, ahhhh rasanya kesal sekali. Padahal anak-anak kecil pasti suka main air di situ seperti saya dulu. Warga tidak perlu pusing mikir kebutuhan air, tinggal ambil saja.

Puncaknya, tahun 2019 kemarin, saat musim kemarau panjang, sungai besar Bengawan Solo yang mengalir di dekat wilayah desa mengalami kekeringan parah, sampai dasar sungainya kelihatan dan berkerak-kerak. Saya menuliskan peristiwa itu di sebuah cerpen Tulah Kemarau yang dimuat di koran Solopos..

Saat itu saya ingat sekali warga desa kebingungan mencari sumber air bersih, karena semuanya mengering. Air PDAM yang biasanya dipakai kebutuhan sehari-hari juga mampet, karena memang bahan bakunya diambil dari Bengawan Solo. Akhirnya saat itu truk-truk besar mulai berdatangan ke desa menjajakan air dengan harga yang fantastis. Meski mahal, mau tidak mau warga desa membeli air itu untuk kebutuhan sehari-hari. Andai saja kolam mata itu masih ada, pasti kejadiannya tidak seperti itu. Sumber air bersih masih tersedia untuk kebutuhan warga sedesa.

Isu Kekeringan Bukan Wacana, Itu Nyata Adanya

 "Ketika sumur mengering, kita tahu betapa berharganya air." - Benjamin Franklin

 

Per tahun 2025 penduduk pulau Jawa ada diangka 159 juta jiwa, sekitar 50-60% dari total penduduk Indonesia. Dari angka tersebut jumlah air permukaan di Jawa hanya berkisar 4-6% sumber air permukaan secara nasional (goodstats.id). Jelas jomplang sekali antara ketersediaan dan kebutuhan.

Kajian Bappenas dan PUPR menyebutkan bahwa pada tahun 2040 nanti ketersediaan air per kapita turun drastis ke angka 476 m³/tahun jika tidak dilakukan mitigasi dan tindakan nyata. Tetapi bagi saya isu kekeringan terutama di Jawa Timur tempat saya tinggal sudah terjadi jauh ke belakang. Setiap tahun saat kemarau daerah-daerah seperti Kediri, Bojonegoro, Bondowoso dan beberapa lagi selalu mengalami kekeringan.

Detik.com bahkan menyatakan per September 2025 sudah ada 43 desa di 26 kecamatan yang terdampak kekeringan, dengan asumsi 815 desa dari 26 kabupaten berpotensi mengalami kekeringan pada musim kemarau 2025. Padahal kita tahu tahun ini kemarau hanya mampir saja, istilahnya kemarau basah. Biasanya bulan-bulan Juli-Agustus adalah puncak musim kemarau, namun di Agustus kemarin hujan turun lumayan sering.

Beberapa saat lalu saya dapat celetukan kabar dari teman yang bilang sumber mata air Sungai Brantas yang dulunya ada 300an lebih saat ini menurun tinggal 200an mata air. Mata air adalah ekor dari ekosistem air tanah. Sebenarnya di Indonesia sendiri ada lebih dari 10.000 titik mata air, namun saat ini banyak yang sudah tidak aktif lagi. Sama seperti yang terjadi pada kolam samping rumah saya dulu.

Kemungkinan besar nasib yang sama dialami oleh titik mata air lainnya di pulau Jawa. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tidak aktifnya sumber mata air:

  • Kerusakan hutan, hutan rusak mempercepat hilangnya lapisan organik tanah yang dapat menahan kelembaban dan membuat infiltrasi air hujan ke dalam mengalami pengurangan yang sangat signifikan.
  • Alih fungsi lahan, tutupan vegetasi, hutan resapan, dan area tangkapan air berpengaruh pada  penyimpanan air ke dalam tanah. Penebangan hutan untuk dijadikan pemukiman, tambang, jalan raya dan kebutuhan komersil lain menyebabkan air hujan mengalami run-off dan tidak terserap kembali ke dalam tanah.
  • Iklim yang tidak menentu, beberapa mata air bersifat periodik, ketika musim hujan sangat aktif, namun ketika kemarau debit airnya berkurag drastis bahkan mati.
  • Pengambilan air tanah besar-besaran, penarikan air tanah besar-besaran baik untuk kebutuhan rumah tangga atau industri menyebabkan penurunan muka air tanah dan mata air kehilangan sumbernya. Tanpa adanya pengisian kembali maka mata air akan kering.
  • Gangguan alam, beberapa bencana alam seperti gempa bisa menyebabkan retakan batuan dan membuat mata air tidak mengalir ke permukaan.
  • Kurangnya konservasi, aktivitas manusia berimbas pada percepatan erosi, menurunkan kualitas dan kuantitas air, adanya sedimentasi, dan berkurangnya DAS. Tanpa adanya pengaturan dan tanggung jawab yang jelas, siklus mata air akan terpotong dan rusak.

Melissa Mina, Inisiator Penjaga Mata Air Pulau Jawa

"Quality comes first. When your heart is in the content for the sake of better life of people, interest follows."

Kutipan di atas adalah salah satu kalimat dari musikus G Dragon yang sangat dikagumi oleh Melissa Mina, co-founder Jaga Semesta. Perempuan 32 tahun dengan basic di bidang lingkungan dan keberlanjutan ini mengalami keresahan yang mendalam tentang lingkungan yang semakin rusak.

Bekerja pada beberapa organisasi yang bergelut di bidang lingkungan dan keberlanjutan membuat Melissa Mina tidak jarang harus turun langsung ke lapangan bertemu dengan masyarakat, petani, tokoh adat, dan lainnya untuk membantu menangani masalah lingkungan yang ada. Dari pengalaman tersebut Melissa tahu betul bahwa krisis air dan kerusakan lingkungan sangat masiv terjadi. Dampak dari kerusakan lingkungan tersebut dirasakan secara langsung oleh masyarakat kecil. Dan ada kesenjangan keadilan yang Melissa lihat dan rasakan dari kunjungan-kunjungan yang dilakukan. 

"Masyarakat terdampak biasanya adalah warga lokal tempat sumber air bersih. Mereka yang tinggal di dekat sumber air justru mengalami kekurangan air akibat adanya komersialisasi pada sumber air tersebut. Perusahaan besar, kawasan elit, hotel, dan lainnya justru mendapat akses air dengan mudah". Ucap Melissa.

Melihat beberapa sumber air yang biasa digunakan masyarakat untuk menopang hidup mulai mengering, bahkan dijadikan komoditas untuk tujuan komersil, Melissa merasa harus ada sebuah gerakan untuk menjaga sumber air dan lingkungan di sekitar agar dapat digunakan oleh masyarakat secara adil dan merata dan tidak dimanfaatkan oleh para pemegang modal saja.

Melissa Mina


Gerakan ini bukan hanya soal teknis, tetapi juga tentang keadilan sosial. Dan solusi untuk keberlanjutan tidak bisa hanya teori saja tetapi harus dilakukan secara bersama-sama dengan konsistensi dan atensi yang terus terjaga. Ketika setiap orang bergerak bersama-sama maka kegiatan sekecil apapun akan mulai berdampak positif dan berkembang.

Melissa dan teman-teman yang sangat concern tentang isu air melihat bahwa belum ada gerakan yang berfokus pada ketahanan air dan ekosistem akhirnya mendirikan sebuah komunitas bernama Jaga Semesta.

Kenalan Yuk Dengan Jaga Semesta

Secara tidak sengaja saya bertemu dengan Jaga Semesta saat sedang asyik mencari referensi tentang materi perubahan iklim untuk keperluan mengajar di kelas. Ternyata setelah banyak membaca saya justru jatuh cinta dengan cara Mbak Fainta Negoro selaku founder dan mbak Melisa Mina sang co founder dalam berinteraksi dengan masyarakat. Sangat smooth dan local wisdom sekali.

Jadi Jaga Semesta ini adalah inisiator penjaga mata air di pulau Jawa yang didirikan di tahun 2023 kemarin. Gerakan ini tumbuh dari harapan dan aksi nyata founder dan beberapa co-founder pada ketahan air di Indonesia khususnya pulau Jawa. Harapan dan aksi nyata itu berkembang karena adanya keresahan mengenai kurangnya sumber air bersih dan prediksi langkanya air pada tahun 2040 di pulau Jawa akibat laju pertumbuhan penduduk yang pesat, kerusakan hutan dan tutupan vegetasi, urbanisasi besar-besaran ke pulau Jawa, perubahan iklim dan pengelolaan air yang kurang mendalam.

Founder dan co founder Jaga Semesta
Founder dan co-founder Jaga Semesta saat kegiatan konservasi lahan 
Sumber: dokumen pribadi Melissa Mina

Jaga Semesta digawangi oleh orang-orang dengan latar belakang yang bervariasi. Ada dari sains, bisnis, komunikasi, film / multimedia dan pemberdayaan masyarakat. Kombinasi inilah yang membuat Jaga Semesta lahir sebagai gerakan multidisiplin.

Mengusung diri sebagai gerakan partisipatif, Jaga Semesta tidak berjalan sendiri dalam kegiatan-kegiatan mereka. Semangat kebersamaan yang dijadikan pijkan, Jaga Semesta melibatkan langsung masyarakat dan relawan dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Bergerak bersama-sama berusaha memberikan dampak yang signifikan pada ketahanan air untuk masyarakat Indonesia.

Jaga Semesta meyakini bahwa keberlanjutan bukan hanya jargon, tetapi mampu dirasakan manfaatnya bagi generasi sekarang dan masa depan.

"Kami berfokus pada air sebagai gerbang utama, khususnya pada mata air. Air adalah sumber kehidupan. Jika kita menjaga air dari hulu, otomatis tanah, hutan, pertanian, dan masyarakat akan terjaga". Kata Melissa.

Jaga Semesta memegang nilai utama berupa kebersamaan, keberlanjutan, dan keadilan. Percaya bahwa semua orang punya kewajiban ikut serta menjaga alam, bersama-sama berusaha menyembuhkan alam yang rusak, setiap nyawa berhak atas akses air bersih, lingkungan yang sehat, dan masa depan yang layak. 

"Yang membuat kami berbeda, kami selalu mendokumentasikan kegiatan restorasi kami dalam bentuk video dokumenter dan konten media sosial. Dari sana masyarakat secara luas bisa melihat, mendengar dan belajar bersama secara langsung dari para penjaga mata air, relawan, dan komunitas rentan yang terdampak. Dari sana saya yakin kesadaran masyarakat untuk ikut serta menjaga mata air akan semakin bertumbuh". Ucap Melissa.

Dari nilai-nilai tersebut Jaga Semesta memiliki keyakinan bahwa upaya konservasi mata air akan berhasil jika berbasis masyarakat. Tanpa keterlibatan langsung masyarakat lokal secara aktif di lapangan, upaya konservasi mata air tidak akan bisa berkelanjutan.

Ada misi besar yang digenggam oleh Melissa dan kawan-kawan di Jaga Semesta. Ingin menciptakan Indonesia yang tahan air dimana setiap mata air terlindungi, sungai-sungai bebas pencemaran, dan masyarakat punya akses penuh terhadap air bersih. Jaga Semesta ingin sekali membangun pengelolaan air non komersil yang berpihak pada alam dan masyarakat. Sungai-sungai pulih, sumber air terlindungi, dan kebijakan pemerintah yang menempatkan air sebagai hak hidup, bukan komoditas.

Ke depan Jaga Semesta ingin setiap orang, baik itu petani, seniman, pelajar, pengusaha, ibu rumah tangga, semuanya merasa dirinya adalah penjaga semesta yang ikut aktif dan kontributif dalam menjaga alam, bukan lagi "penumpang di kapal yang sedang karam".


Aksi Nyata Jaga Semesta 

Dari media sosial Jaga Semesta dapat kita lihat aksi nyata yang sudah dilakukan oleh Jaga Semesta sejak berdiri di tahun 2023. Saya sendiri sangat menikmati menonton video dokumenter mereka. Dibuat sangat apik dengan angle-angle profesional. Terus terang saya sendiri sangat bisa mengambil pelajaran dari video-video tersebut.

Jadi apa saja yang dilakukan Jaga Semesta untuk memulihkan sumber air di pulau Jawa? mari kita petakan bersama:

Ekspedisi untuk memantau mata air. Aksi pertama yang dilakukan oleh Jaga Semesta setelah diinisiasi adalah berkeliling melakukan ekspedisi untuk memetakan lokasi-lokasi mata air terutama di wilayah selatan pulau Jawa, mulai dari Banyuwangi hingga Bogor. Ratusan mata air dikunjungi dan dipantau. Dilakukan pencatatan strategis mengenai keadaan yang dihadapi. Dari data yang didapatkan nanti akan dikomunikasikan bersama dan diteliti, langkah apa yang akan dilakukan untuk merestorasi mata air tersebut.

Eksplorasi mata air Jaga Semesta
Eksplorasi mata air dan mendengar sejarah mata air dari warga lokal
Sumber: website Jaga Semesta

Selain datang langsung ke lokasi, Jaga Semesta juga mencatat data-data mata air yang dikirimkan oleh masyarakat melalui media sosial Jaga Semesta. Kolaborasi yang berlangsung ini mempercepat kinerja pemetaan mata air.

Restorasi mata air. Pemulihan kondisi mata air (restorasi) yang dilakukan Jaga Semesta sejauh ini sudah ada kurang lebih 30 titik mata air. Kegiatan ini melibatkan sekitar 500 lebih relawan dan 10 chapter Jaga Semesta yang ada di berbagai daerah. Restorasi dilakukan dengan sebelumnya melalui uji data apa saja yang perlu dilakukan dan dikomunikasikan kepada masyarakat lokal.

Pengerjaan restorasi membutuhkan kerjasama solid secara bergotong royong antara Jaga Semesta, relawan dan masyarakat lokal. Kadang harus bekerja sampai berhari-hari baru terlihat titik mata air yang memancar dan mengalir kembali. Beberapa mata air yang berhasil direstorasi terletak di Boyolali, Blitar, Mojokerto, dan Yogyakarta.

restorasi mata air Jaga Semesta
Restorasi mata air di Boyolali oleh Jaga Semesta
Sumber: radioidola.com

Ada satu reels di IG Jaga Semesta yang membuat saya takjub, yaitu pengerjaan restorasi mata air Ngadiloyo di Ngadiluwih Kediri. Mata air yang 3 tahun mengering kembali mengalir lancar dan terbentuk kolam mata air jernih dengan air melimpah. Anak-anak asyik bermain air, ibu-ibu sibuk mencuci, dan para petani sumringah karena sawahnya mendapat suplai air yang dibutuhkan. Keren sekali. Meskipun waktu yang dibutuhkan dari restorasi sampai mata air aktif cukup lama, yaitu sekitar 4 bulan, tapi terasa worth it sekali usaha yang dilakukan bersama.

Konservasi hutan. Sejalan dengan kegiatan restorasi, Jaga Semesta juga melakukan konservasi hutan dan lingkungan di sekitar titik mata air dengan menanam pohon bambu dan pohon endemik lainnya. Sudah lebih dari 20.000 bibit pohon yang berhasil ditanam di beberapa wilayah sekitar mata air. Pohon-pohon endemik bisa dari jenis bambu, beringin, dewandaru, kemang, lampeni, kupa, matoa, huni, gandaria, jawura dan beberapa jenis lainnya.

"Bibit pohon yang akan ditanam tidak bisa sembarangan. Karena setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda. Beberapa bibit pohon cocok ditanam di beberapa wilayah, namun adapula yang tidak berpengaruh secara signifikan. Pohon bambu kami pilih karena pertumbuhannya cepat, memiliki manfaat yang beragam dan cenderung cocok ditanam dimana saja". Kata Melissa.

Metode konservasi yang dilakukan ada dua macam: secara vegetatif dengan penanaman tanaman endemik dan budidaya keanekaragaman hayati di wilayah mata air, dan metode mekanis seperti membersihkan endapan lumpur,  membuat sumur resapan, bipori dan sistem drainase yang baik.

konservasi lahan Jaga Semesta
Konservasi lahan di dekat mata air Njundelan Blitar oleh Jaga Semesta
Sumber: website Jaga Semesta

Yang paling membekas untuk kegiatan konservasi ini adalah kegiatan konservasi Jaga Semesta bersama komunitas lokal dan relawan di lereng gunung Penanggungan Jawa Timur dengan menanam ratusan pohon bambu untuk membantu sumber mata air di lereng gunung agar bisa terus memancar dan bisa dimanfaatkan masyarakat sekitar.

Pendampingan masyarakat lokal dan edukasi. Kegiatan restorasi dan konservasi selalu melibatkan warga dan komunitas lokal di lokasi mata air. Sebelum berkegiatan Jaga Semesta selalu memulai dengan melakukan edukasi dan pendampingan pada masyarakat.  

Warga akan diajak melakukan survey awal kondisi mata air. Kemudian tim Jaga Semesta akan melakukan desktop study karakter hydrogeology wilayah untuk mengetahui siklus air, daerah resapan, tutupan sedimen dan lainnya. Dari data yang didapat tim Jaga Semesta akan memberikan edukasi bagaimana langkah restorasi, konservasi, dan penjagaan mata air secara berkelanjutan.

pendampingan warga oleh jaga semesta
Pendampingan warga sebelum kegiatan restorasi oleh Jaga Semesta
Sumber: youtube Jaga Semesta

Dengan pendampingan dan edukasi yang sudah dilakukan, warga beserta tim Jaga Semesta, relawan, dan komunitas lokal akan bergotong royong melakukan aksi restorasi dan konservasi sampai terlihat mata airnya. 

"Sebenarnya yang kami butuhkan itu adalah inisiator yang bisa memberikan pendampingan dan edukasi tentangbagaimana kami harus bersikap kepada mata air di daerah kami agar terus mengalir. Kita akan bantu semaksimal mungkin bersama warga untuk kegiatannya. Tanpa ada edukasi dan petunjuk kami bingung mau mulai dari mana". Kata Cak Kowi warga lokal sumber mata air.

Kolaborasi dengan pemangku kepentingan. Jaga Semesta menyadari bahwa mereka tidak bisa berjalan sendiri dalam kegiatan menjaga mata air ini. Melibatkan berbagai organisasi dan institusi dalam semua kegiatan membuat aksi berjalan lebih baik lagi. Kolaborasi berjalan dalam bentuk edukasi, penyediaan bibit tanaman, pendanaan, dan kerjasama teknis.

Beberapa kolaborator yang ikut membantu kegiatan Jaga Semesta adalah Yayasan Bambu Foundation, Global Water Partnership Southeast Asia, Water Stewardship Indonesia, Danone, Jejakin, Mapala Jabodetabek dan beberapa lembaga terkait yang lain.

"Kami selalu meminta izin terlebih dahulu kepada pemerintah dan masyarakat adat di lokasi mata air sebelum melakukan restorasi. Kami tidak ingin kegiatan kami justru malah berakibat buruk kedepannya tanpa izin resmi. Kabar baiknya pemerintah desa dan masyarakat desa selama ini justru menyambut baik dan membantu kegiatan kami, misalnya saja dalam mengkoordinir massa untuk bergotong royong". Kata Melissa.

Penguatan peran komunitas dalam pengelolaan air. Setelah restorasi berjalan, kegiatan monitoring dan penjagaan mata air diambil alih oleh komunitas lokal dan para penjaga mata air (istilah Jaga Semesta untuk pemuda yang bertugas memonitor mata air) yang tinggal di dekat lokasi mata air. Koordinasi dan pemantauan secara umum dilakukan setiap dua bulan sekali lewat daring. Semua penjaga air dan komunitas melaporkan kondisi mata air secara rinci kepada tim Jaga Semesta. Ini bertujuan agar aksi yang dilakukan akan berjalan secara berkelanjutan dan mata air tetap terjaga mengalir seperti biasa.


Menyembuhkan Mata Air Tak Selalu Mudah

Gerakan menyehatkan kembali siklus air yang dilakukan olej Jaga semesta memang bukan hal yang mudah. Sejak mulai berdiri ada saja tantangan yang harus dihadapi.

Sebagai komunitas yang awalnya bergerak pada program kecil seperti observasi mata air bersama masyarakat. Tahap demi tahap harus mampu meyakinkan banyak pihak bahwa gerakan ini penting. Beberapa hal berikut adalah tantangan yang dihadapi Jaga Semesta:

Ekspektasi masyarakat yang tidak sejalan dengan nilai yang diusung oleh Jaga Semesta. Jadi di banyak lokasi mata air masyarakat disana beranggapan bahwa restorasi mata air dilakukan sepenuhnya oleh tim Jaga Semesta. Masyarakat berharap Jaga Semesta datang dan langsung melakukan restorasi tanpa ada campur tangan warga lokal.

Jadi tim Jaga Semesta harus mulai dengan tahap awal yaitu edukasi dan pendampingan. Memberi pengertian pada warga bahwa gerakan ini tidak bisa berlangsung jika tanpa keikutsertaan masyarakat.

Masih kurangnya pengetahuan warga lokal mengenai bagaimana cara dan prindip perlindungan mata air. Contohnya seharusnya area sekitar mata air seharusnya bebas dari pencemaran dan tidak ada sampah, bangunan di sekitar mata air harus mendukung terhadap keberlangsungan mata air, jadi sebisa mungkin meminimalkan beton, dan lokasi pengolahan air limbah komunal di sekitar mata air.

Masih kurangnya sumber daya teknis dan logistik untuk menunjang kegiatan restorasi mata air khususnya di daerah-daerah terpencil. Jaga semesta membutuhkan lebih banyak bantuan dari berbagai pihakbaik untuk kebutuhan observasi dan pemantauan, restorasi, penyediaan bibit tanaman, dan monitoring kelestarian mata air setelah di restorasi.

Namun dari banyaknya tantangan tersebut, Jaga Semesta justru mengalami perkembangan yang sangat pesat dan akhirnya memiliki identitas diri yang kuat. Terbukti dari bertambahnya follower di media sosial, antusias relawan yang membludak dan bertambahnya anggota penjaga mata air. Semakin banyak tantangan menjadikan Jaga Semesta tidak tumbang justru semakin terbang.


Apa Yang Sudah Dicapai Jaga Semesta Saat Ini

Setelah hampir 2 tahun berjalan Jaga semesta sudah menorehkan banyak prestasi dalam merestorasi mata air. Saat ini ada sejumlah 30 lebih mata air yang sudah berhasil direstorasi dengan cakupan 500 lebih mata air yang sudah terpetakan. Rata-rata tersebar di Mojokerto, Kediri, Blitar, Boyolali, Pasuruan, dan beberapa daerah lainnya.

mata air yang berhasil direstorasi Jaga Semesta
Salah satu mata air yang berhasil direstorasi Jaga Semesta yaitu mata air Ngadiloyo Kediri

Sumber: mojok.co

Kegiatan empowerment masyarakat lokal pun perkembangannya sangat signifikan. Masyarakat lokal sudah mengerti bagaimana teknis perawatan mata air milik mereka secara mandiri. Meski masih terus dipantau, namun banyak masyarakat yang mulai bergerak mandiri dalam membantu restorasi dan konservasi. Lewat kanal daring masing-masing saling berkoneksi untuk sekedar membagikan tips bagaimana restorasi yang sesuai maupun dalam hal penyediaan bibit tanaman.

Dalam hal memupuk kesadaran publik tentang pentingnya menjaga mata air dan sumber air Jaga Semesta saya bisa katakan sangat berhasil. Terbukti konten-konten di media sosial mereka mendapatkan atensi yang luar biasa dari masyarakat luas. Selain dibuat menarik juga sangat mudah dipahami oleh masyarakat mulai dari kalangan bawah.


Mengapa Mata Air?

 "Air, dalam segala bentuknya, adalah yang membawa pengetahuan tentang kehidupan ke seluruh alam semesta." - Anthony T. Hincks

Dalam sesi wawancara kepada Melissa Mina ada satu pertanyaan yang saya ajukan mengenai mengapa Jaga Semesta memilih mata air sebagai tonggak utama gerakan. Dalam sesi itu Melissa mengatakan bahwa menjaga mata air relatif mudah dilakukan secara komunal. Aksi ini bukan milik Jaga Semesta saja, tetapi merupakan aksi lokal dengan dampak ekologis yang sangat luas. Ketika kita melindungi mata air di hulu maka kita juga telah menjaga lingkungan secara menyeluruh dan menyentuh banyak aspek, tanah, hutan, sungai, juga dalam ketentraman kehidupan bermasyarakat.

Memilih mata air untuk dijaga adalah salah satu langkah penting, karena air memiliki peran yang sangat vital dalam menjaga keseimbangan ekosistem di lingkungan yang sangat berpengaruh pada kehidupan manusia. Mengapa demikian? saya coba sampaikan beberapa alasannya:

Mata air adalah sumber air bersih untuk masyarakat. Karena berasal dari dalam tanah, mata air bisa dikatakan sebagai sumber air alami yang relatif stabil dan bersih. Masyarakat pedesaan khususnya di pegunungan yang terdapat banyak sumber mata air dapat menjamin suplai air bersih untuk keperluan sehari-hari seperti mandi, minum, mencuci dan pengairan ke sawah atau kebun.

Menjaga mata air berarti menjaga lingkungan secara berkelanjutan. Sebagai sumber air bersih, mata air selalu menjadi bagian dari ekositem yang luas. Termasuk di dalamnya sungai dan hutan. Kita bisa lihat sendiri, ketika mata air rusak atau tercemar maka dampaknya akan terlihat dan mengganggu kehidupan masyarakat secara luas, misalnya saja dampak berupa kekeringan dan kurangnya pasokan air bersih, erosi atau longsor, dan bahkan yang lebih luas adalah berkurang sampai hilangnya keanekaragaman hayati yang ada di bumi.

Menjaga warisan alam, adat dan budaya. Seringkali kita melihat kegiatan adat masyarakat lokal berlokasi di dekat sumber mata air. Beberapa budaya seperti sedekah bumi diadakan di sumber mata air dalam jangka waktu sekali dalam setahun, atau pada saat-saat yang dibutuhkan. Jadi memang mata air itu banyak yang memiliki nilai spiritual dan budaya bagi masyarakat adat lokal. Menjaga mata air sama dengan kita telah bersama-sama melestarikan tradisi yang ada di masyarakat serta meningkatkan rasa tanggung jawab untuk menjaga mata air tersebut bersama-sama.

Mencegah terjadinya bencana alam. Dalam siklus aliran air, mata air adalah hulu. Ketika kita menjaga bagian hulu, maka sungai yang menjadi hilir dari air permukaan akan sehat dan terhindar dari banjir dan longsir saat musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau. Pasokan air akan aman di segala musim.

Menjaga mata air merupakan kegiatan yang lebih murah dan mudah dilakukan oleh semua orang, baik secara individu maupun komunal daripada harus melakukan restorasi saat mata air sudah terlanjur rusak. Maka menjaga mata air adalah kebutuhan bersama, bukan lagi hanya wacana dan diserahkan ada satu pihak saja.

Yuk Jaga Mata Air, Pulihkan Pasokan Air Bersih Bersama

Melalui Jaga Semesta, seharusnya kita juga harus sadar diri, bahwa setiap individu punya kewajiban dan tanggung jawab yang sama dalam menjaga ketahanan pasokan air yang kita gunakan bersama. Jaga Semesta selalu menekankan, bahwa kegiatan menjaga keberlangsungan siklus air sangat mudah dan bisa dilakukan secara individu dan mandiri di manapun kita berada.

Sekecil apapun aksi yang kita lakukan, jika dilakukan secara serentak, bergerak bersama, maka akan berdampak secara signifikan untuk keberlangsungan lingkungan yang kita tinggali. Lalu apa saja yang bisa kita lakukan untuk membantu Jaga Semesta menyehatkan kembali siklus air, berikut langkah-langkah yang bisa kita lakukan di lingkungan kita.

Buang sampah pada tempatnya. Jika memungkinkan lakukan kegiatan pemilahan sampah organik, non organik, dan plastik. Sampah organik bisa dimanfaatkan lebih lanjut untuk membuat kompos, eco enzim,atau langsung dimanfaatkan untuk pakan ternak.

Hindari membuang sampah ke sungai atau aliran air lain yang bisa mengakibatkan pencemaran air dan tersumbatnya air.

Buat biopori atau sumur resapan di sekitar rumah. Membuat biopori dengan ukuran kecil bisa dilakukan dan terbukti efektif mengalirkan air hujan langsung ke dalam tanah. Jika lahan cukup luas bisa membuat sumur resapan yang agak besar demi menjaring air hujan yang lebih banyak.

Buat parit-parit kecil di sekitar rumah dengan ukuran 100x50x50 cm. Buatlah beberapa jika lahan agak lebar. Parit ini digunakan untuk menjebak air hujan agar tidak lekas mengalir tanpa terserap. Air hujan akan terperangkap dan masuk ke tanah dengan baik.

Menanam banyak tanaman di sekitar rumah. Selain membuat udara sejuk, akar tanaman juga berfungsi untuk menyerap air hujan dan menahannya di dalam tanah. Selain itu juga bisa mencegah guguran tanah dan penyedia oksigen yang berlimpah.

Gunakan air secara efektif dan efisien. Matikan keran saat tidak digunakan. Jika memungkinkan bisa melakukan 3R untuk mengefektifkan penggunaan air.

Hemat energi. Hemat energi bisa berpengaruh pada akumulasi karbon di udara dan membantu mitigasi iklim agar permukaan tidak semakin panas.

Kurangi konstruksi beton karena bangunan beton mengakibatkan air tidak bisa masuk ke dalam tanah untuk melanjutkan siklusnya. Pakai paving atau beton berpori agar air hujan tetap bisa terserap ke dalam tanah.

Dengan melakukan beberapa hal mudah di atas kita sudah berkontribusi cukup banyak untuk kesehatan siklus air. Jika satu orang saja melakukan, maka dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, dampaknya tidak main-main. 


SATU Indonesia Dukung Jaga Semesta, Mata Air Demi Mata Air untuk Kita

Melihat betapa pentingnya gerakan yang dilakukan oleh Jaga Semesta dan bagaimana dampak positif yang sudah diberikan pada lingkungan, baru saja diinisiasi salah satu co-founder, Melissa Mina nya sudah mendapatkan penghargaan dari Astra yaitu SATU Indonesia Awards pada tahun 2023.

SATU Indonesia Awards adalah penghargaan tahunan yang diberikan oleh PT. Astra Internasional Tbk kepada setiap insan yang memberikan kontribusi positif bagi lingkungan dan masyarakat. Melissa Mina mendapatkan penghargaan ini karena semangatnya untuk melakukan pemulihan siklus air terutama pada mata air sehingga mampu memberikan dampak signifikan pada pemulihan lingkungan dan ekosistem di dalamnya.

Terus mendukung gerakan Jaga Semesta harus dilakukan, agar semangat Melissa Mina dan kawan-kawan bisa menular pada generasi muda yang lain. Bergerak bersama dan mari kita ciptakan Indonesia yang aman dan nyaman untuk ditinggali.

"Saya sangat menyukai film animasi "Spirited Away" garapan studio Gibli yang disutradarai oleh Hayao Miyazaki. Satu scene yang membekas dan menjadi pengingat untuk saya sendiri ketika tokoh utama "Chihiro" berhasilmerestorasi jiwa Dewa Sungai yang terperangkap akibat sungai yang tercemar. Pesan yang ingin disampaikan sangat jelas sekali bahwa untuk bisa memulihkan sungai ataupun mata air dibutuhkan semangat dan jiwa yang tulus untuk menjalankannya". Kata Melissa.


Ekspektasi Dan Harapan Jaga Semesta ke Depan

Sejauh ini Jaga Semesta sudah menerima beberapa penghargaan untuk inovasi keberlanjutan lingkungan, termasuk dalam SATU Indonesia Award. Karenanya misi Jaga Semesta pun ikut berkembang. Ada beberapa plan ke depan yang menjadi next destination to come, antara lain:

Replikasi kegiatan di daerah lain. Melihat keberhasilan restorasi yang sudah dilakukan sejauh ini, Jaga Semesta berharap kegiatan menjaga mata air ini dapat diterapkan juga di daerah lain di Jawa bahkan seluruh Indonesia. Dengan basis relawan dan media sosial yang semakin kuat, Jaga Semesta yakin bahwa nanti para Penjaga Air akan mampu melakukan restorasi mata air di wilayahnya dengan pendampingan dari tim Jaga Semesta secara mandiri.

Dengan demikian akan semakin banyak mata air yang bisa dilindungi dan meyakinkan masyarakat bahwa ketahanan air untuk mereka bukanlah wacana, tetapi nyata adanya.

Edukasi dan monitoring pasca restorasi. Jaga Semesta yakin bahwa jika mata air yang sudah direstorasi tidak dilakukan penjagaan hasilnya tidak akan lestari. Perlu terus dilakukan monitoring dan edukasi secara berkelanjutan pada masyarakat lokal dan para Penjaga air agar mata air terus memancar dan bisa dimanfaatkan warga. Ekosistem di sekitar mata air tetap subur dan berkembang sehingga bisa mendukung mata aur tetap dalam siklus yang sehat.

Pendanaan dan dukungan pemerintah. Jaga Semesta berharap ke depanakan lebih banyak dukungan baik dari pemerintah daerah maupun pusat dalam gerakan menjaga mata air ini. 

Regulasi, penegakan hukum, penyediaan dana, maupun fasilitas teknis untuk konservasi mata air bisa difasilitasi dengan baik oleh pemerintah. Dalam hal ini Jaga Semesta mendorong agar implementasi Undang-Undang tentang Sumber Daya Air dan peraturan tentang kelestarian lingkungan bisa diterqpkan dengan baik sesuai prosedur yang ada.

Kolaborasi lintas sektor. Kedepan untuk mempercepat kegiatan restorasi mata air Jaga Semesta berharap akan bisa lebih banyak berkolaborasi dengan banyak pihak. Universitas, pondok pesantren, sektor swasta, sektor industri terlebih mereka yang bergerak dalam industri yang membutuhkan suplai air dalam jumlah besar akan dijaring untuk turut serta dalam gerakan. 

Dengan kolaborasi lintas sektor diharapkan ada solusi menyeluruh terhadap pengelolaan air bersih di Indonesia.

Jika beberapa agenda di atas mampu dilaksankan, maka dampak krisis mata air seperti: kesulitan air bersih untuk rumah tangga, kesehatan masyarakat menurun, aktivitas manusia terganggu baik di sektor ekonomi maupun pertanian, peternakan dan perkebunan, konflik lokal dan tekanan sosial, serta lingkungan yang semakin rusak dapat diminimalisir bahkan dihentikan. 

"Sebetulnya masyarakat desa tidak membutuhkan bantuan finansial dari pemerintah, sumber daya alam yang tersedia (air, hutan, sungai) di masyarakat sudah sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan. Harapannya pemerintah kedepannya bisa lebih memikirkan regulasi terkait pemeliharaan dan restorasi alam, bukan hanya fokus pembangunan smelter, industri tanpa memikirkan dampak lingkungan dan ekologi bagi masyarakat sekitar".

Penutup

Biasanya ketika kita bangun tidur pasti akan minum air, cuci muka, mandi, dan melakukan kegiatan lain yang dalam kegiatan tersebut membutuhkan air bersih. Bayangkan suatu pagi saat kita bangun, ternyata saat akan minum, air tidak ada, mau cuci muka atau mandi, air tidak ada. Pasti akan kebingungan karena kebiasaannya terganggu. 

Lantas karena pasokan air yang berkurang terjadilah insiden dengan tetangga sekitar akibat berebut air. Air menjadi komoditas mahal dan sulit didapat. Kemudian berpengaruh secara masiv pada kualitas hidup masyarakat secara menyeluruh. Padahal seharusnya air adalah hak setiap individu yang harus diterima secara adil. 

Jadi agar hal tersebut tidak terjadi, mari kita sebagai warga negara dengan mencontoh gerakan dari Jaga Semesta melakukan apa yang kita bisa agar siklus air sehat dan ketahanan air bisa terjaga dengan baik.

Mata air bukan hanya sekedar sumber air bersih tetapi titik vital keberlangsungan lingkungan dan alam. Mata air adalah cermin akan kepekaan manusia terhadap bumi tempat hidupnya. Terdapat sejarah, budaya dan harapan dalam setetes mata air tersebut. Ketika mata air terjaga, maka kehidupan pun akan ikut serta mengiringinya. Mari kita usahakan agar mata air sehat, bergerak bersama dan menciptakan dampak positif demi kehidupan yang lebih baik lagi di tengah ancaman-ancaman yang melanda dunia. Semoga.


#APA2025-ODOP

#SatukanGerakTerusBerdampak #KitaSATUIndonesia

 Referensi

Wawancara langsung dengan Melissa Mina

https://www.jagasemesta.org/

https://www.instagram.com/jagasemesta/

https://www.youtube.com/@JagaSemesta

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-49190635

https://radarsemarang.jawapos.com/salatiga/721370236/mata-air-kalitaman-turun-41-persen



Author

Marwita Oktaviana

Blogger, Book lover, Writing Enthusiast, A friend of a many students