Lanjutan dongeng berjudul Kepel saya tuliskan di sini. Kenapa akhirnya saya buat dua part karena menurut saya terlalu panjang untuk dijadikan satu. Inilah salah satu yang menyebabkan naskah tidak lolos kurasi. Untuk cerita seperti dongeng anak ini memang tidak dianjurkan terlalu panjang. Anak akan merasa sangat bosan membaca cerita yang panjang. Apalagi jika karakter anak yang cenderung suka bosan. Pasti tidak mau membaca.
Mungkin cerita ini lebih cocok dibaca oleh remaja atau dewasa :D
Tapi tidak apa-apa setidaknya saya sudah belajar dan berusaha membuat sebuah cerpen dengan genre fantasi. Masalah cocok tidak cocok memang tergantung selera kan?
Nah selamat membaca temans
Karena tidak menemukan satu pun hewan
buruan di wilayah luar hutan, Panji Seputro dan Wasanta segera merambah hutan
bagian dalam. Baru saja memasuki wilayah dalam hutan rimba, Wasanta melihat
kelebatan seekor rusa hutan.
“Wasanta
apa kau juga melihatnya?”, Panji Seputro menyandang busur dan menyiapkan anak
panahnya.
“Sendika5
Kanjeng, saya rasa larinya ke arah timur”, jawab Wasanta sambil menarik tali
kekang.
Berdua
mereka bergegas mengejar rusa yang masuk jauh ke dalam hutan, setelah
berputar-putar beberapa lamanya Panji Seputro dan Wasanta kehilangan jejak rusa
buruan mereka.
“Kemana
larinya rusa tadi, kita sudah berputar-putar dari tadi tetap tidak telihat
kelebatannya”, Panji Seputro menghentakkan tali kekang kudanya dengan keras.
“Saya
juga merasa rusa tadi menghilang begitu saja Kanjeng, karena mengejar rusa tadi
kita sampai harus masuk begitu dalam ke hutan ini”, jawab Wasanta.
Mereka
masih berputar-putar selama beberapa waktu di area itu, berharap rusa buruan
mereka memperlihatkan diri kembali. Tiba-tiba Panji Seputro menarik kekang
kudanya dan berhenti mendadak.
“Wasanta,
kau dengar itu?”, Panji Seputro membalik posisi kudanya menghadap Wasanta.
“Seperti
ada suara orang menangis dan bersenandung Kanjeng, tapi apa mungkin ada orang
yang tinggal di hutan belantara seperti ini”, Wasanta menajamkan
pendengarannya.
Panji
Seputro dan Wasanta kebingungan dan berputar-putar mencari arah suara yang
mereka dengar. Setelah berputar beberapa waktu mereka tiba di pohon Beringin
yang menaungi sendang, tempat Kepel mengikat dirinya.
“Sumber
suaranya dari sini Kanjeng, tapi saya tidak melihat ada orang di sekitar sini,
tempat ini membuat saya merinding Kanjeng”, ujar Wasanta.
“Kau
benar Wasanta, tempat ini memang terlihat agak suram, pohon Beringinnya begitu
besar, mari kita berputar barangkali suara tangis dan senandung itu berasal
dari bagian belakang pohon”, tukas Panji Seputro.
Panji
Seputro dan Wasanta mengitari pohon Beringin besar itu sambil meneliti
sekeliling, namun tetap saja mereka tidak menemukan sosok manusia disana.
“Wasanta
benarkah yang kita dengar tadi suara manusia, atau mungkin itu suara makhluk
halus?tempat ini membuatku merinding”, kata Panji Seputro pada Wasanta.
Wasanta
yang bertambah ragu dengan pendengarannya, sedari tadi mencari tetap tidak
ditemukan sosok manusia di sekitar mereka.
“Kulo
jalma manungsa, Kanjeng5”, tiba-tiba ada suara di atas mereka.
Panji
Seputro dan Wasanta terkejut bukan main mendengarnya. Spontan mereka menengok
ke atas, di dahan pohon di atas mereka terlihat seperti buntalan kain kotor,
setelah mereka teliti ternyata ada sesosok manusia kecil, kurus dan sangat
kotor. Sepintas jika tidak memperhatikan dengan teliti terlihat seperti dahan
yang dibuntal kain.
“Siapa
kamu?, kenapa kamu terikat di dahan seperti itu?”, Tanya Panji Seputro.
“Saya
Kepel, Kanjeng, saya mengikat diri di dahan pohon ini karena saya sudah tidak
punya siapa-siapa, lebih baik saya mati di pohon ini”, jawab Kepel.
Panji
seputro langsung memerintahkan Wasanta mengambil parang dan memutus ikatan yang
melilit tubuh Kepel. Butuh waktu lama bagi mereka berdua untuk dapat melepaskan
Kepel dari dahan tersebut. Karena sudah terikat begitu lama di dahan pohon,
tubuh Kepel jadi menempel kuat di dahan pohon.
“Sudah
berapa lama kamu terikat di pohon ini, kenapa sampai melekat kuat begini?’,
tanya Wasanta.
“Saya
tidak tahu Kanjeng, saya sudah tidak lagi menghitung waktu sejak ayah dan ibu
saya meninggal, saya hanya menangis dan menangis tiap harinya”, jawab Kepel.
“Apa
kamu tidak lapar, tidak haus, kenapa tidak keluar saja dari hutan ini dan
melanjutkan hidup di kampung?”, Tanya Panji Seputro
“Saya
sudah tidak punya siapa-siapa Kanjeng, hidup di luar hutan ini saya tidak sanggup,
biarlah saya mati saja”, Kepel menjawab sambil menangis.
Selama
beberapa waktu Panji Seputro dan Wasanta berusaha melepaskan Kepel. Setelah
terlepas Panji Seputro memandikan Kepel di sendang karena Kepel memang sangat
kotor sekali.
Setelah
bilasan pertama, kotoran di tubuh Kepel larut dalam air sendang, menjelmalah
sesosok putrid cantik yang kecantikannya seperti rembulan pertama. Panji
membilas Kepel sampai 14 kali dan setiap bilasan membuat Kepel menjelma menjadi
semakin cantik. Pada bilasan terakhir Kepel sudah berubah menjadi secantik
bidadari.
Panji
Seputro kebingungan karena ternyata Kepel adalah seorang wanita. Dan karena
kain yang tadi digunakan Kepel sangat kotor dan sudah lapuk, kain itu hancur
saat Panji Seputro meloloskan
Kepel dari dahan pohon.
“Kepel
kamu ini sebenarnya siapa?, tidak mungkin kamu hanya gadis biasa, kecantikanmu
ini setara putri”, Panji Seputro menanyai Kepel.
“Nama
saya sebenarnya Dewi Limarang, Kanjeng. Tetapi ayah dan ibu saya biasa memanggil
saya Kepel, saya bukan putri hanya gadis biasa saja”, jawab Kepel.
Panji
Seputro dan Wasanta bertukar pandang tak percaya, tidak mungkin gadis secantik
ini hanya orang biasa. Panji Seputro berfikir, mungkin Kepel merasa dirinya
gadis biasa saja karena tidak mengetahui silsilah keluarganya. Tak heran karena
Kepel hanya tinggal bertiga bersama ayah dan ibunya.
Saat
ini panji Seputro kebingungan karena Kepel sama sekali tidak punya pakaian yang
bisa menutupi tubuhnya.
“Wasanta,
tidak adakah kain yang bisa digunakan untuk menutup tubuh Kepel ini?”, Tanya
Panji Seputro.
“Maaf
Kanjeng tapi kita tidak punya persediaan pakaian ataupun kain saat ini”, jawab
Wasanta.
“Mohon
maaf Kanjeng, kalau Kanjeng kesulitan mencarikan saya kain, sudilah kiranya
Kanjeng mencabut tongkat kayu yang ada di atas makam ayah saya dan
mematahkannya”, kata Kepel pada Panji Seputro.
Panji
Seputro yang keheranan saling bertukar pandang dengan Wasanta. Namun meskipun
heran dengan permintaan Kepel, Panji Seputro tetap berjalan kea rah makam ayah
Kepel dan mencabut tongkat kayu yng menancap di situ. Tongkat kayu itu
sebenarnya hanya tongkat kayu biasa saja, bahkan bisa dibilang jelek dan mulai
rapuh. Panji Seputro menyerahkan tongkat kayu itu pada Kepel.
“Ini
tongkat kayunya Kepel, sekarang patahkan seperti yang tadi kamu bilang”, ujar
Panji Seputro.
“Maaf
Kanjeng, tapi tongkat ini harus dipatahkan oleh Kanjeng, bukan saya, hanya
orang yang tepat yang bisa membuat keajaiban pada tongkat ini”, jawab Kepel.
“Baiklah
jika itu maumu”, jawab Panji Seputro.
Dengan
sekali tekuk tongkat kayu itupun patah di tangan Panji Seputro. Tiba-tiba dari
patahan tongkat kayu itu muncullah pakaian-pakaian indah seperti pakaian para putri
dan jumlahnya sangat banyak lengkap dengan perhiasan yang sepadan dengan
pakaian-pakaian itu.
“Gusti
Pengeran!6, bagaimana bisa muncul pakaian sebanyak ini”, teriak
Wasanta kaget.
Panji
Seputro pun tak kalah kaget dengan Wasanta, namun Panji Seputro segera menepis
kekagetannya dan memakaikan salah satu pakaian ke tubuh Kepel.
“Kepel
bagaimana kamu bisa memiliki tongkat ajaib ini?”, Tanya Panji Seputro.
“Itu
tongkat pemberian ayah saya Kanjeng, saya tidak tahu ayah saya mendapatkan
tongkat itu dari mana”, jawab Kepel.
Panji
seputro kemudian memberikan makanan dan minuman kepada Kepel sambil berbincang-bincang.
Banyak hal yang ditanyakan Panji Seputro pada Kepel hingga waktu tak terasa
sudah semakin sore. Setelah berbincang cukup lama dengan Kepel, timbul
ketertarkan pada di hati Panji Seputro pada Kepel.
“Wasanta
bagaimana menuutmu jika aku menjadikan Kepel istriku?, kasihan jika dia harus
hidup sendiri di hutan seperti ini”, tanya Panji Seputro setelah mereka
beranjak menjauh dari Kepel.
“Menurut
saya, apa yang Kanjeng katakana cukup beralasan, saya tidak melarang Kanjeng
memperistri Kepel, dilihat dari tingkah laku dan tutur katanya Kepel sepertinya
dididik dengan benar oleh ibu dan bapaknya”, jawab Wasanta.
###
Akhirnya Panji Seputro
dan Kepel pun menikah dengan Wasanta sebagai saksinya. Karena Kepel tidak ingin
meninggalkan hutan tempat kedua orang tuanya dimakamkan, akhirnya Panji Seputro
memutuskan untuk membuat tempat tinggal di hutan tersebut.
“Wasanta tolong kamu
kumpulkan peralatan dan bahan-bahan untuk membuat gubuk kecil disini untuk
tinggalku dan Ndoro Putrimu6
disini”, perintah Panji Seputro kepada Wasanta.
“Kakang7 tidak perlu susah-susah membuatkan saya tempat
tinggal, saya minta tolong supaya kemenyan yang ada di buntalan kain warisan
orang tua saya dibakar di tempat Kakang ingin membuatkan saya gubuk”, Kepel
menyela pembicaraan Panji Seputro dan Wasanta.
“Maksudmu bagaimana
Dewi?”, Tanya Panji Seputro pada Kepel.
“Kakang bakar saja
kemenyannya, nanti Kakang akan tahu sendiri”, jawab Kepel.
Meskipun masih bingung
dengan apa yang dikatakan Kepel, Panji Seputro menyuruh Wasanta untuk membakar
kemenyan di sebelah barat sendang tempat Panji Seputro ingin mendirikan gubuk
untuk Kepel. Betapa kagetnya Panji Seputro dan Wasanta ketika kemenyan terbakar
tiba-tiba muncul sebuah istana megah dari bekas pembakaran kemenyan tersebut
lengkap dengan isinya.
Akhirnya mereka bertiga
tinggal di istana megah tersebut dan hidup dengan nyaman. Kepel tinggal di
istana tersebut sambil bekerja membatik kain jarit, sementara Panji Seputro dan
Wasanta berburu di sekitar hutan.
###
Tanpa
sepengetahuan mereka bertiga ternyata di dalam hutan tempat mereka tinggal juga
merupakan tempat tinggal seorang raksasa perempuan bernama Tok Tok Kerot. Suatu
hari ketika Panji Seputro dan Wasanta berburu, tanpa mereka sadari Tok Tok
Kerot melihat mereka berdua. Melihat ketampanan Panji Seputro, Tok Tok Kerot
jatuh hati dan ingin menjadikannya suami.
Tanpa
sepengetahuan Panji Seputro dan Wasanta, Tok Tok Kerot mengikuti mereka sampai
di istana tempat mereka tinggal. Tok Tok Kerot mengira bahwa Panji Seputro
belum memiliki istri. Dia kaget melihat ada perempuan berwajah cantik yang
keluar menyambut Panji Seputro yang tak lain adalah istri Panji Seputro. Merasa
tersaingi Tok Tok Kerot memasang rencana untuk menghadapi Kepel.
###
Pagi
harinya ketika Panji Seputro dan Wasanta pergi berburu, Tok Tok Kerot
mendatangi rumah Kepel.
“Bukakno lawangmu, yen ora tak rajang-rajang
kaya kembang, tak iris-iris kaya buncis!7”, Tok Tok kerot
menggedor pintu rumah Kepel.
Kepel
yang ketakutan karena melihat ada raksasa di depan rumahnya segera lari ke
dalam rumah. Namun karena Tok Tok Kerot terus menggedor pintu rumahnya akhirnya
Kepel membuka pintu rumahnya. Tok Tok Kerot segera menerjang masuk ke rumah.
Kepel yang ketakutan langsung berlindung di balik tiang rumah. Tok Tok kerot
mulai menjelajah rumah Kepel mencari-cari cara untuk bisa melenyapkan Kepel dan
dapat memiliki Panji Seputro.
Karena
Kepel sehari-harinya membatik saat Panji Seputro pergi berburu, di dalam rumah
terdapat peralatan memmbatik. Selain itu Kepel selalu menyiapkan hidangan untuk
Panji Seputro agar ketika tiba dari berburu Panji Seputro bisa langsung
menyantap makanan dan beristirahat.
“Iku apa?8”, Tanya Tok Tok
Kerot pada Kepel sambil menunjuk kompor tempat Kepel mencairkan malam.
“Niku malam Bibi”9, jawab
Kepel.
“Mengko yen Kangmasmu teka siramen awak’e,
yen ora tak rajang-rajang kaya kembang, tak iris-iris kaya buncis”,10
perintah Tok Tok Kerot pada Kepel.
Selain
memerintahkan Kepel menyiran Panji Seputro dengan malam panas, Tok Tok Kerot juga
memerintahkan Kepel mengiris lidah Panji Seputro dan memukul kepalanya dengan
Durian. Tok Tok Kerot berharap nantinya Panji Seputro akan membenci Kepel jika
Kepel melakukan apa yang dia suruh.
Meskipun
Kepel tidak mau melakukan hal yang diperintahkan oleh Tok Tok Kerot, namun
Kepel juga takut akan ancaman Tok Tok Kerot. Dalam kebungungannya tiba-tiba
Panji Seputro datang dari berburu. Belum sempat beristirahat tiba-tiba Kepel
langsung mengiris lidah Panji Seputro, darah pun bercucuran, namun segera diusap
Kepel menggunakan kain jaritnya dan dengan serta merta lidah Panji Seputro
kembali seperti semula. Setelah itu Kepel memukul kepala dengan durian dan menyiram tubuh Panji Seputro dengan malam
panas. Seperti ketika mengiris lidah Panji Seputro, Kepel langsung mengusap
luka yang timbul dengan kain jaritnya dan Panji Seputro menjadi sehat seperti
sedia kala.
Panji
Seputro kebingungan dengan tingkah istrinya, mengapa tiba-tiba Kepel melakukan
hal-hal mengerikan pada dirinya. Panji Seputo pun memutuskan untuk pergi dari
rumah bersama Wasanta.
Tengah
malam mereka berdua memacu kuda pergi
meninggalkan rumah dan hutan tempat Kepel tinggal. Sebelum pergi Panji Seputro
memerintahkan Wasanta agar sepanjang perjalanan Wasanta menaburkan sekam agar
nantinya jika Kepel mencari keberadaan Panji Seputro tidak tersesat.
###
Pagi
harinya ketika bangun tidur Kepel merasa sangat sedih karena tidak menemukan
Panji Seputro, sambil menangis Kepel mencari dan memanggil suaminya di
sekeliling rumah. Namun sampai siang Kepel tidak menemukan Panji Seputro.
Saat
sudah hampir putus asa, Kepel menemukan ada jejak sekam yang mengarah keluar
hutan. Kepel yakin itu adalah jejak yang ditinggalkan suaminya untuk ia ikuti.
Sambil berlari Kepel mengikuti jejak itu berharap dapat bertemu dengan
suaminya. Sepanjang jalan Kepel terus menangis.
###
Setelah
beberapa hari berjalan menembus hutan, Kepel akhirnya tiba di jalan desa.
Karena seumur hidup belum pernah keluar hutan Kepel merasa takut dan bngung
tidak tahu harus ke arah mana mencari suaminya. Jejak sekam yang ditinggalkan
Panji Seputro sudah tidak ditemukan lagi setelah keluar dari wilayah hutan.
Kepel terus berjalan tanpa tahu arah hanya pasrah kemana kakinya melangkah.
Dalam
keadaan lusuh, lapar dan haus Kepel terus berjalan. Sampai akhirnya Kepel
bertemu dengan ibu pencari kayu bakar. Oleh ibu itu Kepel lantas dibawa pulang
ke rumahnya tak jauh dari situ. Setiba di rumah Kepel diminta untuk mandi dan
berganti baju kemudian diberi makan dan minum. Ibu tersebut menanyai siapa
gerangan Kepel dan apa tujuannya. Kepel pun menceritakan kisah hidupnya pada
ibu tersebut sambil berlinang air mata. Ibu pencari kayu itu pun trenyuh dan
kemudian meminta Kepel tinggal dirumahnya sampai menemukan suaminya tersebut.
Ibu itupun bercerita bahwa dirinya sempat menemukan jejak sekam diluar hutan
mengarah ke selatan, tapi sudah dibersihkan olehnya pada saat mencari kayu
bakar. Kepel merasa bersemangat setelah mendengar cerita ibu tesebut. Namun
Kepel harus menahan keinginannya untuk kembali menyusuri jejak suaminya karena
ibu pencari kayu bakar itu memaksa Kepel untuk beristirahat sejenak dirumahnya
untuk memulihkan diri.
###
Setelah
dua hari beristirahat, Kepel akhirnya memulai lagi pencarian jejak suaminya,
kali ini ditemani oleh ibu pencari kayu bakar yang memaksa ikut karena
mencemaskan keselamatan Kepel. Mereka berjalan terus ke selatan mengikuti jejak
sekam yang mereka temukan kembali tak jauh dari tempat ibu pencari kayu bakar
membersihkan jejak sekam beberapa hari yang lalu.
###
Setelah
seminggu berjalan, Kepel dan ibu pencari kayu bakar memasuki kota. Ketika itu
sedang hari pasar dan banyak penjual yang menjajakan dagangannya, sehingga
suasana begitu ramai. Oleh ibu pencari kayu bakar Kepel di ajak beristirahat
sejenak di sebuah kedai. Mereka makan dan minum sambil mengistirahatkan diri.
“Ibu
kalau boleh tahu apa nama tempat ini?”, Tanya Kepel pada pemilik kedai.
“Nama
tempat ini Kediri Nduk, kamu ada apa jauh-jauh datang kesini?”, Tanya ibu
pemilik kedai.
“Saya
sedang mencari suami saya Bu, apa Ibu kenal dengan orang yang bernama Panji
Seputro atau Wasanta?”, Tanya Kepel lagi.
“Panji
Seputro?, seluruh Kediri pasti kenal dengan nama itu, kenapa kamu mencari Panji
Seputro?”, Tanya ibu pemilik kedai.
“Tidak
apa-apa Bu, apa Ibu tahu dimana saya bisa menemukan Panji Seputro?”, kata
Kepel.
“Pergi
saja ke pendopo kota, minta penjaga di sana untuk bertemu dengan Panji
Seputro”, kata ibu pemilik kedai.
Kepel
sangat penasaran siapa sebenarnya suaminya, mengapa semua orang di Kediri kenal
dengannya dan bagaimana bisa suaminya tinggal di pendopo kota.
Karena
begitu ingin segera bertemu dengan suuaminya, Kepel meminta ibu pencari kayu
segera berangkat ke pendopo kota. Sesampai di pendopo Kepel meminta izin kepada
penjaga untuk bisa bertemu dengan Panji Seputro.
“Namamu
siapa, ada kepentingan apa sehingga kamu ingin bertemu dengan Tuan kami?”, tanya
penjaga.
“Nama
saya Kepel, Tuan, tolong katakana saja pada Ndoro Tuan bahwa saya sudah
berjalan berhari-hari untuk dapat bertemu Ndoro Tuan”, kata Kepel. Kepel
sengaja merahasiakan jati dirinya sebagai istri Panji Seputro.
“Baiklah,
silahkan tunggu sebentar”, kata Penjaga.
Kepel
dan ibu pencari kayu bakar menunggu di teras pendopo. Tak berapa lama terdengar
derap kaki seseorang dari belakang. Kepel pun segera berdiri. Sambil bercucuran
air mata Kepel melihat Panji Seputro berlari ke arahnya. Setelah menatap Kepel
dengan seksama, Panji Seputro langsung memeluk Kepel, melampiaskan kerinduanya.
Penjaga dan ibu pencari kayu terbengong-bengong menyaksikan keduanya
berpelukan.
Panji
seputro kemudian menjelaskan pada penjaga bahwa Kepel adalah istrinya. Dia pun
menjelaskan pada Kepel bahwa dia adalah Pangeran kerajaan Kediri saat ini.
Kepel tidak peduli siapa Panji Seputro, baik dia orang biasa ataupun pangeran.
Kepel sudah teramat bahagia bisa bertemu kembali dengan suaminya.
Akhirnya
Kepel dan ibu pencari kayu bakar tinggal di pendopo atas permintaan Panji
Seputro. Setelah beberapa hari, kerajaan mengadakan pesta pernikahan untuk
Panji Seputro dan Kepel yang sekarang dikenal dengan nama Dewi Limarang dengan
meriah. Dan akhirnya Kepel dan Panji Seputro hidup dengan bahagia.
Panggilan
Ibu dalam bahasa Jawa1
Nduk/Genduk,
Panggilan kepada anak perempuan Jawa2
Panggilan
kepada orang yang derajatnya lebih tinggi dalam bahasa Jawa3
Bu
Ibu, Ibu Ibu
Minta
nasi tempatnya mangkok
Minta
suami yang diiringi payung3
Siap4
Saya
manusia, Tuan5
Sebutan
pada Sang Pencipta6
Buka
pintumu, jika tidak kucincangtubuhmu seperti bunga, kuiris seperti buncis7
Itu
apa?8
Itu
malam bibi9
Nanti kalau suamimu dating,
siram tubuhnya dengan malam itu, kalo tidak kucincang tubuhmu seperti bunga,
kuiris seperti buncis.10Alhamdulillah selesai sudah cerita ini. Bagaimana pendapat teman-teman adakah yang perlu saya perbaiki?
**Diilhami dari dongeng ande-ande lumut dan keong mas
yang dimodifikasi dan menghasilkan dongeng baru**
Panjang banget kisahnya. Seru dan menarik banget mbak😍👍
ReplyDeleteterima kasih mbak, 3000 kata :)
ReplyDelete